"Mereka dituntut untuk memainkan emosi anak muda demi meraih simpati lewat joget-joget, kampanye lucu-lucu dan nangis-nangis pun begitu dengan Prabowo Gibran," sebutnya.
"Mereka mengoptimalkan kampanye media sosial dengan tagline gemoy, joget-joget dan menangisi kekalahan dipanggung debat," sambung dia.
Disebutkan Jhon, kubu Prabowo-Gibran melihat anak-anak muda saat ini lebih tertarik untuk berjoget dibandingkan berbicara terkait program dan visi misi.
"Makanya program yang ditawarkan juga mirip, makan gratis dan susu gratis, tidak lebih dari itu. Marcos Bombong juga menggunakan aparat dengan kekuatan penuh untuk menggiring opini, mengintimidasi warga hingga manipulasi lembaga survey untuk mempengaruhi opini publik," ucapnya.
Jhon melihat, cara tersebut persis sedang terjadi di Indonesia. Dari latar belakang hingga metode kampanye, semua mirip.
Mengenai kedatangan Jokowi ke Filipina, Jhon melihat bisa saja negosiasi berkedok diplomasi bilateral demi memastikan nasib sang pangeran dan menantu Diktator.
"Apalagi Jokowi sedang pusing, maklum Prabowo tak perform di panggung debat, selalu dikangkangi oleh Ganjar dan Anies," kuncinya.
(Muhsin/fajar)