Dari kenyataan itulah, KESS hadir untuk melakukan transformasi, revitalisasi dan restrukturisasi BUMD di Sulawesi Selatan dan bertekad untuk menjadikannya sebagai perusahaan daerah yang maju dan mandiri.
Sistem manajemen BUMD selama ini dinilai masih tradisional, kaku, birokratis, dan hierarkis sehingga perlu ditransformasi ke sistem manajemen yang lebih berorientasi pada pencapaian tujuan, inovatif, forward looking dan lebih akomodatif dan adaptif terhadap kebutuhan pasar.
Guru Besar UNJ ini menyebut, terdapat dua pendekatan yang tampaknya dapat dilaksanakan untuk melakukan transformasi itu yakni: pendekatan reflektif dan komparatif.
“Pendekatan reflektif ini dilakukan untuk menggali khasanah nilai-nilai keunggulan yang telah mengakar dalam perjalanan sejarah panjang masyarakat Sulsel di masa lalu dengan memperspektifkannya ke masa depan; dan memetik pengalaman-pengalaman berharga (best practices) dari satu masa pemerintahan dalam memajukan perekonomian masyarakat Sulsel,” tutur Hafid Abbas.
Hafid yang juga merupakan Mantan Ketua Komnas HAM ini mengutip Christian Pelras dalam bukunya The Bugis (1980) mengungkap, selama lebih tiga setengah abad (1320-1669), Kesultanan Gowa-Makassar memiliki wilayah kekuasaan dan pengaruh yang cukup luas, menjangkau sebagian besar Sulawesi hingga ke Mindanau (kini Filipina), Maluku dan Nusa Tenggara, pesisir timur Kalimantan hingga ke wilayah utara (kini Malaysia), bahkan menjadi salah satu kekaisaran Islam maritim terbesar di dunia.