FAJAR.CO.ID -- Cengkeraman Indonesia dalam rantai pasok nikel dunia disebut berimbas pada anjloknya harga komoditas mineral tersebut. Harga nikel makin terjun bebas sepanjang awal tahun ini.
Dilaporkan Bloomberg, korban terbesar dari anjloknya harga nikel akibat oversuplai dari RI adalah Australia. Pada Senin (22/1/2024), produsen nikel milik miliarder Andrew Forrest, Wyloo Metals Pty Ltd, menyatakan akan menutup tambang.
Medio pekan lalu, BHP Group Ltd juga memperingatkan gangguan terhadap prospek operasi Nickel West, sedangkan First Quantum Minerals Ltd memutuskan untuk menangguhkan tambangnya.
Meski oversuplai dunia terhadap komoditas mineral logam itu diduga kuat akibat jorjoran produksi dari Indonesia, hal itu tidak diakui oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batubara Irwandy Arif mengklaim produksi nikel dalam negeri masih tetap memperhatikan suplai dan permintaan, sehingga tidak bisa dituduh sebagai penyebab turunnya harga nikel dunia.
"Ya enggak lah. Kita kan tetap memperhatikan supply-demand," ujar Irwandy saat ditemui, baru-baru ini.
Dia tetap mengingatkan ihwal pentingnya upaya mengurangi konsumsi bijih nikel berlebihan guna memperpanjang umur cadangan komoditas mineral logam andalan Indonesia tersebut.
Salah satunya dengan penghematan konsumsi bijih nikel yang telah diproduksi menjadi nickel pig iron (NPI) dan feronikel (FeNi); sehingga dapat diproses lebih untuk industrialisasi menjadi produk baja nirkarat. "Jangan berhenti di nickel matte, di NPI, di feronikel. Ini harus terus ke sana," ujar dia.