Gejolak Publik Terkait Putusan DKPP, Bagaimana Nasib Prabowo-Gibran?

  • Bagikan
Pengamat Hukum dan Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Amir Ilyas

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Ramainya pembahasan terkait Ketua KPU, Hasyim Asy'ari, dan enam anggotanya yang terbukti melanggar kode etik menciptakan gejolak di tengah publik.

Keputusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini telah menjadi topik utama dalam berbagai forum diskusi.

Dalam putusannya, DKPP menyatakan bahwa Hasyim Asy'ari bersama anggota KPU lainnya, melanggar etika berat terkait penerimaan pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada 25 Oktober 2023.

Keterlibatan anggota KPU dalam proses ini mengundang perhatian banyak pihak.

Dampak hukum atas putusan DKPP turut menjadi sorotan hangat. Banyak pihak mempertanyakan bagaimana hal ini akan memengaruhi pasangan Prabowo-Gibran dan kelanjutan proses pemilihan presiden.

Polemik seputar integritas penyelenggara pemilu dan dampak hukum atas pelanggaran etika ini, terus diperbincangkan secara intens di berbagai media sosial dan forum diskusi publik.

Sebagian besar publik turut menyoroti aspek keadilan dan transparansi dalam proses pemilihan yang diharapkan tidak terpengaruh oleh praktik-praktik yang melanggar etika.

Merespons hal tersebut, Pengamat Hukum dan Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Amir Ilyas menyebut, tidak ada dampak hukum yang diterima Prabowo-Gibran.

"Tidak ada dampak atau implikasi hukumnya, berupa bisa membatalkan Prabowo-Gibran sebagai Paslon Presiden dan Wakil Presiden," ujar Prof Amir, Senin (5/2/2024).

Alasannya, kata Amir, sebab putusan DKPP bukan menguji keabsahan produk hukum KPU (SK Penetapan Paslon).

Amir bilang, hanya menilai apakah perbuatan atau tindakan yang menerima pendaftaran paslon Prabowo-Gibran terpenuhi sebagai pelanggaran etik.

"Dalam Putusan DKPP tersebut salah satunya Ketua KPU dinilai melanggar kode etik penyelenggara pemilu," ucapnya.

"Berkenaan dengan tidak cermat dan tidak profesional dalam menjalankan tugas serta melanggar PKPU No. 19/2023 saat menerima pendaftaran capres-cawapres," lanjutnya.

Tambahan, setelah menerima berkas, Ketua KPU langsung mengatakan bahwa dokumen paslon tersebut lengkap.

"Ketua KPU Hasyim Asyari juga dinilai melanggar etik oleh DKPP karena menerbitkan surat edaran berkenaan dengan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 bukan ke internal KPU tetapi ke parpol peserta pemilu," imbuhnya.

Mengenai posisi Gibran, Amir Ilyas mengatakan, putra sulung Presiden Jokowi itu tidak berpotensi untuk dibatalkan statusnya sebagai cawapres.

"Tidak ada kemungkinannya untuk dibatalkan, putusan DKPP bukan untuk menyoal absah tidaknya SK penetapan paslon Prabowo-Gibran," tandasnya.

Terlebih, dijelaskan Amir Ilyas, masa untuk menggugat SK Penetapan Paslon, tiga hari kerja sejak SK tersebut ditetapkan (SK Penetapan Paslon dikeluarkan oleh KPU RI pada 13 November 2023).

"Sehingga pun kalau ada mau mengajukan gugatan sengketa proses pemilu ke Bawaslu, lalu ke PTUN, sudah kedaluwarsa waktunya untuk mempersoalkan SK penetapan Paslon tersebut," kuncinya. (Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan