Dari total produksi sampah nasional tersebut, sebesar 13,9 juta ton atau 65.71 persen dapat terkelola. Sedangkan sisanya sebanyak 7,2 juta ton atau 34,29 persen belum terkelola dengan baik.
“Harus ada tanggung jawab dari produsen atas kemasan produk yang dihasilkan yang tidak bisa terurai oleh alam. Ketika produsen mengenalkan produk baru, seharusnya mereka sudah menyiapkan skema ’take back’ dengan kapasitas yang seharusnya sama dengan produk yang dikeluarkan,” tegas Atha.
Yayasan Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah (Ecoton) menilai bahwa keberadaan galon sekali pakai berbahaya bagi ekologi. Ecoton beberapa kali menjumpai galon sekali pakai berakhir menjadi sampah yang mengotori sungai
"Jika produsen secara terus menerus memproduksi galon sekali pakai, ini berdampak pada penambahan jumlah dan jenis sampah yang berakhir di lingkungan," kata Divisi Edukasi Ecoton Foundation, Alaika.
Lembaga yang bergerak di bidang pemulihan ekosistem batang air itu menyebutkan kalau kondisi sungai-sungai di Indonesia sedang tidak baik-baik saja. Ternyata semuanya positif terkontaminasi mikroplastik.
Dia menjelaskan, mikroplastik dapat berpengaruh dan berpotensi terhadap organisme hidup termasuk manusia. Sebabnya, Ecoton secara tegas menolak penggunaan plastik, termasuk plastik sekali pakai baik dalam bentuk kecil maupun yang besar seperti galon sekali pakai.
Direktur Eksekutif Walhi Yogyakarta, Halik Sandera menilai bahwa pemerintah seharusnya melarang penggunaan galon sekali pakai. Dia mengatakan, hal ini sebagai ketegasan atas prinsip 3R dalam pengelolaan sampah nasional.