Masa Tenang, Prof Sukri Tamma Bilang Potensi Provokasi dan Intimidasi Sangat Mungkin Terjadi

  • Bagikan
Ilustrasi -- proses pencoblosandi luar negeri (IST)

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Meskipun Alat Peraga Kampanye (APK) yang terpampang di beberapa jalan telah dicabut sebagai tindakan awal untuk memasuki masa tenang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, namun potensi pelanggaran lainnya masih mengintai.

Berbagai pihak mulai memperhatikan kemungkinan adanya kerawanan yang dapat memengaruhi keadilan dan keberlangsungan proses demokrasi.

Seiring dengan pencabutan APK, penyelenggara pemilu mulai memperkuat pengawasan terhadap pelanggaran lain yang mungkin terjadi selama masa tenang.

Beberapa potensi pelanggaran yang diwaspadai antara lain adalah penyebaran informasi palsu atau hoaks, penyalahgunaan media sosial untuk menyebarkan propaganda, serta adanya intimidasi terhadap pemilih.

Melihat kemungkinan yang terjadi itu, Pakar Politik Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Prof Sukri Tamma mengatakan, prinsip dasar masa tenang itu adalah untuk cooling down.

Cooling down, kata Prof Sukri, memberi pendinginan setelah kurang lebih 70 hari melakukan masa kampanye yang mengurus energi.

Dijelaskan Prof Sukri, selama masa kampanye itu ada banyak isu atau wacana yang menghangatkan situasi perpolitikan dan harus ditenangkan.

"Nah minggu tenang itu diharapkan memberikan ketenangan bagi masyarakat untuk kemudian betul-betul merenungkan," ujar Prof Sukri, Minggu (11/2/2024).

Sukri bilang, cooling down itu memikirkan apa yang sudah mereka dapatkan, apa yang sudah mereka terima selama masa kampanye. "Untuk kemudian nanti pada saat hari pencoblosan bisa menentukan pilihannya dengan tenang dan baik," lanjutnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan