FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Heboh Film Dirtty Vote tampaknya membuat panik kubu yang disebut banyak disinggung dalam film tersbut.
Pasalnya, hingga kini, pembahasan terkait hal tersebut masih ramai dibicarakan, terutama dari para timses dan pengurus partai yang mengusung dan mendukungnya.
Salah satunya tampak dari cuitan Ketua Biro Ideologi & Kaderisasi DPW PSI Bali, Dedy Nur. Dia menulis cuitan yang mengkritik para ahli hukum tata negara dalam film tersebut.
"Mereka ini katanya bergelar ahli hukum tata negara, tapi mengeluarkan film dokumenter "dirty vote" di masa tenang. Apa sebagai ahli hukum mereka tidak mengerti arti masa tenang dalam pemilu 🤭," tulisnya, dikutip dari akun twitternya, Selasa (13/2/2024).
"Harusnya pakar hukum ini merilis film dokumenter ini tidak saat masa tenang bro, kan ada banyak waktu saat kampanye yang hampir 3 bulan ini untuk mendidik rakyat, kalau itu tujuannya," tambahnya menjawab pertanyaan warganet.
Dedy Nur menuding isi video dalam film tersebut terlihat sangat berpihak pada paslon tertentu.
"Jadi kita taat asas hukum saja, kalau masa tenang ya tenang aja, ngga perlu buru-buru upload film tendesius ini, lagi pula kalau kata @datuakrajoangek banyak data yang ditampilkan dalam film ini sudah expired 😁✊🤭," ujarnya.
Cuitannya pun ramai diberondong warganet. Banyak yang mengkritik balik dan menantang memperlihatkan Undang Undang mana yang dilanggar para pemeran film yang juga adalah pakar hukum tata negara.
"Menarik nih kalo pake harusnya. Harusnya:
- MK tidak merubah aturan demi 1 orang apalagi diinput di hari libur
- Presiden netral dan tidak ada cawe-cawe politik
- Dana bansos saat masa pemilu lebih besar dr saat pandemi
- Silakan diisi pake hati nurani sendiri," balas akun @Lyon***
"ya harusnya provinsi baru di Papua tdk boleh langsung ikut pemilu, harusnya MK tdk mengeluarkan keputusan batas usia tepat sebelum penutupan pendaftaran pilpres, harusnya seorang presiden netral, hrsnya Hakim tdk boleh mengadili suatu perkara apabila memiliki konflik kepentingan," tambah @am22***.