Kondisi ini berakibat pada tidak adanya perempuan di parlemen yang betul-betul punya visi memajukan perempuan. Sehingga, kuota 30 persen ini terkesan sia-sia. Seharusnya, edukasi dulu yang harus masif. Supaya kebijakan-kebijakan yang dilakukan juga cenderung maskulin.
”Perempuan minim mengambil dan memperjuangkan hak perempuan sendiri, termasuk hak anak. Justru yang memperjuangkan itu LSM, di luar parlemen. Perempuan di parlemen cenderung tidak tajam. Ini yang menjadi masalah,” kata dia.
Namun pandangan berbeda pernah disampaikan Ketua DPD Gerindra Sulsel, Andi Iwan Darmawan Aras (AIA). Dia menilai, komposisi caleg perempuan di Gerindra sangat mumpuni. Sehingga mampu ambil peran besar dalam menentukan kebijakan.
”Di DPRD Provinsi, Gerindra punya 11 kursi dan beberapa perempuan. Bahkan komposisinya melampaui 30 persen. Mereka petarung, jadi kami punya figur perempuan yang mumpuni,” ujarnya.
AIA juga mengatakan, pada Pileg 2024 ini juga komposisi keterwakilan perempuan di Gerindra mumpuni. Bahkan kata dia, semuanya bukan tokoh perempuan biasa.
”Tokoh-tokoh ini bukan perempuan biasa, kekuatannya merata di semua dapil. Kalau saya melihat di semua dapil, hampir 80 sampai 90 persen ada potensi perempuan muncul, sangat besar,” bebernya. (wid)