“Secara keilmuan, beliau punya adalah guru besar hukum internasional yang sangat concern pada isu pertahanan, kawasan dan geostrategis. Beliau juga memiliki interaksi yang panjang dengan lingkaran militer,” tutur Fahmi.
Lebih jauh urai Fahmi, pekerjaan rumah Menhan telah menanti, terlebih dalam upaya pemenuhan kekuatan pertahanan Indonesia yang selama ini dikerjakan Prabowo.
“Tahun ini, adalah tahun terakhir MEF (minimum essential force) sebagai skema pemenuhan kekuatan pertahanan nasional. Menhan baru harus concern pada skema lanjutan MEF dengan berbasis visi presiden dan praktik-praktik baik yang sudah dijalankan Menhan saat ini,” terang Fahmi.
Dalam waktu singkat, Menhan baru juga harus mengatasi kesenjangan antara kekuatan faktual dan kekuatan yang dibutuhkan dalam rangka menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah.
Termasuk juga bagaimana mengoptimalkan pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan negara, karena bagaimanapun pembangunan kekuatan pertahanan bukan hanya berkaitan dengan komponen utamanya yaitu TNI namun juga soal penguatan komponen cadangan dan komponen pendukung.
“Selain itu, kolaborasi dengan Kementerian BUMN dalam rangka penguatan industri pertahanan juga harus terus dilakukan. UU No. 16 tahun 2012 tentang Industri Pertahanan harus menjadi acuan pokok, yang artinya mekanisme KKIP harus benar-benar dijalankan agar semua aspek, mulai dari aspek politik hingga bisnis dapat berjalan selaras dan prinsip-prinsip akuntabilitasnya terpenuhi,” urainya. (Pram/Fajar)