Pemberian Jenderal Kehormatan ke Prabowo Panen Kritik, Membuktikan Keberpihakan Jokowi di Pilpres

  • Bagikan
Presiden Jokowi memberi anugrah Jenderal Kehormatan ke Prabowo Subianto

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR-- Kenaikan pangkat Menteri Pertahanan RI Prabowo Subianto menjadi Jenderal TNI (HOR) menuai sorotan. Kebijakan itu dinilai keliru.

Penyematan pangkat jenderal kehormatan atau Jenderal TNI (HOR) kepada Prabowo Subianto dilakukan hari ini dalam Rapat Pimpinan (Rapim) TNI-Polri di Markas Besar (Mabes) TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu, 28 Februari.

Direktur LBH Makassar, Muh Haedir mengatakan dia tidak mendapatkan benang merah atas rencana pemberian pangkat jenderal TNI (HOR) kepada Prabowo Subianto.

Salah satu yang menjadi masalah utama adalah Prabowo Subianto sempat diberhentikan dari kedinasan TNI.

Meski tidak diberhentikan secara hormat, namun tetap ada pelanggaran. Sehingga sangat rancu jika ada penghargaan terhadap orang yang diberhentikan dari kedinasannya.

Tidak sampai disitu saja yang menjadi pertanyaan publik adalah pemberian tanda kehormatan dilakukan diakhir kepemimpinan Jokowi sebagai presiden. Ditambah lagi Prabowo adalah calon presiden yang sementara dilakukan perhitungan suara di KPU.

"Jadi sangat tidak salah jika banyak pihak berpikiran bahwa pemberian tanda kehormatan tersebut adalah bentuk keberpihakan Jokowi dalam Pilpres," kata Muh Haedir, Selasa, 27 Februari.

Haedir menuturkan, dia juga menilai apa yang dilakukan Jokowi dengan memberikan tanda kehormatan bintang empat banyak dinilai ada motif lain. Pemberian pangkat bintang empat TNI menimbulkan banyak tanda tanya.

"Saya tidak bisa menebak apa motif utamanya sih. Namun sekali lagi ini semakin memperlihatkan keberpihakan Jokowi kepada salah satu paslon di Pilpres," akunya.

Hal serupa juga diutarakan oleh anggota Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) Kawal Pemilu 2024, Aflina Mustafainah. Dia menjelaskan praktek KKN terus diperlihatkan untuk kepentingan, tertentu. Mulai dari pelemahan regulasi yang menjadi cara untuk memperbaiki sistem.

Rancangan tersebut dilakukan dengan sangat rapih. Mulai dari pelemahan KPK, MK, hingga Bawaslu, semua dilakukan.

"Sistem yang seharusnya menjadi senjata untuk mengontrol, justru dilemahkan. Termasuk dengan pergerakan mahasiswa yang kurang muncul," ungkapnya.

Alfina juga menambahkan belum lagi pelemahan Bawaslu yang dilakukan dengan regulasi. Sehingga banyak keterbatasan dalam menjalankan tugas pemantauan.

"Begitu pun dengan rencana pemberian penghormatan bintang empat TNI sangat bisa dipertanyakan. Kenapa bisa diberikan, dan masih banyak yang lain," bebernya. (edo/dir)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan