Eko menjelaskan bahwa ada tiga faktor utama yang mendorong naiknya harga beras di pasaran. Yang pertama, faktor produksi beras nasional yang kian berkurang. Kemarau panjang imbas dari El Nino dinilai masih menjadi penyebab utama berkurangnya produksi beras. Selain itu, estimasi panen raya baru terjadi pada bulan Maret-April 2024.
Berdasarkan data BPS, produksi beras nasional pada 2023 mencapai 31,10 juta ton, turun sebanyak 440 ribu ton atau 1,39 persen dibandingkan dengan 2022 di mana tercatat sebesar 31,54 juta ton.
Faktor kedua yang mempengaruhi inflasi beras yakni adanya keterlambatan distribusi yang disebabkan salah satunya karena program bantuan sosial (bansos) yang marak disalurkan beberapa bulan terakhir.
“Khususnya kemarin-kemarin ya. Kemudian karena Bulog harus melayani bansos dan harus melayani pasar tradisional. Saya rasa kapasitas yang terbatas dari mereka untuk bisa (memenuhi) secara birokrasi ya, bukan cadangannya,” jelasnya.
Faktor ketiga yang turut mempengaruhi adalah periode Pemilu 2024 yang meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat. Seperti diketahui, penyelenggaraan pesta demokrasi itu turut memberikan stimulus terhadap daya beli masyarakat.
“Tidak ada penyebab tunggal dalam konteks inflasi beras hari ini ya, jadi faktor fundamental produksi yang memang turun karena El Nino, ada faktor distribusi karena bansos (jika) ditarik ke depan,” terang Eko.
Adapun Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M. Habibullah mengatakan bahwa memang hampir seluruh provinsi mengalami inflasi beras, tepatnya sebanyak 37 provinsi yang mencatatkan kenaikan harga beras. Sementara satu provinsi lainnya mengalami penurunan inflasi beras.