FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Perumda Pasar Makassar ingin membongkar 24 lapak sementara korban kebakaran Pasar Sentral, tetapi tidak mau melakukan ganti rugi kepada pengembang.
Legal Corporate PT Paneng Rejeki Ramadhan, Kurniawan mempertanyakan komitmen perumda pasar sebab pembongkaran itu dilakukan secara sepihak.
Menurut Kurniawan, aksi perumda pasar Makassar menyalahi hasil pertemuan terakhir yang menyatakan pembangunan 24 lapak tersebut tetap dilanjutkan.
"Perumda dalam hal ini berinisiatif membongkar 24 karena katanya itu lapak tambahan yang tidak masuk set plan, padahal di rapat terakhir semua direksi bertandatangan semua sepakat kalau 24 lapak tetap dibangun sesuai hasil rapat keputusan terakhir ketika pedagang tidak membayarkan lapak secara lunas,"katanya kepada wartawan, Selasa (6/3/2024)
Atas kejadian, pihak pengembang terancam mengalami kerugian Rp1 miliar. Padahal sejak awal pembangun kapan di pasar sentral dibiayai sendiri oleh pengembang. Bukan dana dari pemerintah.
"Jadi total kerugian pengembang kurang lebih Rp1 Miliar dari para pedagang tidak membayarkan kios itu,"beber Kurniawan.
"Kalaupun mau membongkar atau inisiatif sepihak harusnya ganti rugi karena ini bukan juga mengawali anggaran pemerintah. Murni anggaran perusahaan yakni PT Paneng Rejeki Ramadhan,"tambah Kurniawan.
Kurniawan menceritakan, kejadian ini bermulai saat pembangunan lapak di pasar sentral dilakukan pembongkaran sebanyak 42 lapak untuk dijadikan tempat parkir.
Pihaknya sebagai pengembang berkonsultasi dengan perumda dan mendapatkan izin membongkar 42 lapak di bagian tengah.
"Awalnya sebahagian pedagang mengusulkan kalau bisa di tengah lapak itu parkiran. Itu diusulkan ke perumda pasar. Terus perumda pasar mengonfirmasi, saya bilang iya boleh, tidak apa-apa. Nanti kita arahkan untuk mengganti kalau memang mau buat parkiran. Jadi dibongkar 42 lapak, di sekitar tengah set plan itu,"katanya.
Setelah itu, Dirut Perumda Pasar menyetujui penggantian 42 lapak yang dibongkar dibangun di bagian belakang set plan. Kemudian kontraktor bangun 24 lapak sebagai pengganti.
"Itu masuk set plan. Tidak di luar set plan,"tegas Kurniawan.
Di tengah pembangunan 24 lapak tersebut, ternyata banyak pedagang yang protes karena mereka ingin berada di lapak baru tersebut. Tetapi sudah full. Tidak bisa dipaksakan untuk ditambah.
Tetapi pedagang tetap memaksakan diri. Akhirnya melapor ke Wali Kota, perumda pasar kalau pengembang atau kontraktor melakukan penambahan lapak
"Padahal 24 lapak itu hanya penggantian dari 42 lapak itu. Mengapa hanya 24 karena takutnya keluar dari set plan,"ungkap Kurniawan.
Menurut Kurniawan pembangun 24 lapak itu dilakukan untuk menutupi kerugian pengembang karena banyaknya pedagang yang belum membayar masih ada kurang lebih 400 lapak yang belum membayar dari 900an.
"400 lapak itulah yang dirapatkan, kami meminta rapat ke perumda pasar untuk supaya pedagang membayar lapak yang sudah dikuasai,"sebutnya.
Akhirnya pertemuan tersebut dihadiri asosiasi pedagang, direksi perumda, pengembang.
Hasil kesepakatan pertemuan itu, pedagang itu wajib melunasi pembayaran lapak ke pengembangan. Jika tidak melunasi, maka 24 lapak yang ada di belakang sementara dibangun tetap dilanjutkan pembangunan.
"Karena kemarin mereka protes, semua sepakat. Jadi pedagang, asosiasi, direksi dan pengembang sepakat dan diberikan waktu 2 Minggu untuk melunasi ternyata tetap juga tidak melunasi,"tutur Kurniawan.
"Akhirnya pengembang menjalankan hasil rapat tersebut yang secara tertulis. Tetap menjalankan pembangunan 24 lapak. Jadi tidak ada kesepakatan yang dilanggar,"pungkasnya.
(Ikbal/fajar)