FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah kejadian politik yang mengarah pada 'abuse of power' tampaknya tak akan pernah dilupakan oleh sebagain orang. Terlebih, cawe-cawe politik tersebut menyebabkan lembaga hukum sekelas Mahkamah Konstitusi (MK) kini semakin rapuh dan kurang dipercaya lagi di mata publik.
Pandangan ini banyak dilontarkan pengamat politik dan para pegiat media sosial. Salah satunya muncul dari Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI), Islah Bahrawi. Tampak cuitannya pada akun @islah_bahrawi di aplikasi X (twitter) semakin sering mengkritik pemerintahan.
"Setiap kejahatan dari seorang penguasa, pasti direncanakan dan disengaja. Apa dia tidak punya beban di batinnya? Ya ada lah! Ketika masih berkuasa, beban itu memang belum terasa," tulis Islah Bahrawi, mengawali tulisannya.
Islah menambahkan, akan ada masanya, musibah pribadi datang. Penguasa kan juga manusia, hidupnya tentu saja tidak akan mulus-mulus saja. Saat itu lah semua kejahatannya akan disesali.
"Sekuat-kuatnya Hitler berkuasa, rasa sesalnya malah diakhiri dengan bunuh diri. Sehebat-sehebatnya Nicolae Ceausescu berkuasa, malah meratap memohon perlindungan kepada petani yang ikut menangkapnya ketika terlunta-lunta dalam pelariannya," tutup Islah Bahrawi.
Seperti diketahui, setelah mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman terbukti melangga kode etik. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy'ari, pun diputuskan melanggar kode etik karena meloloskan Gibran sebagai Cawapres.
Ketua KPU Hasyim Asy'ari bersama 6 anggota KPU lainnya diputuskan melanggar etik dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka yang didaftarkan sebagai calon wakil presiden dan mengikuti tahapan pemilu.