Edaran Menag Soal Pengeras Suara Masjid Disoroti PKS, Disebut Tidak Sesuai Nilai Toleransi Indonesia

  • Bagikan
Menteri Agama Yaqut Qolil Qoumas

Anggota Komisi 8 yang membidangi masalah keagamaan ini melanjutkan penjelasannya, Penggunaan pengeras suara sudah merupakan tradisi yang berlaku sejak lama, yaitu sejak masa penjajahan, masa orla, orba hingga masa reformasi saat ini dan tidak ada yang mempermasalahkannya.

“Yang demikian itu disebut sebagai al-urful jari, atau urful aam, yaitu adat yang berlaku umum.” Ungkapnya

Surahman mengutip pandangan para ulama yang menyatakan bahwa, sesuatu yang dipandang baik secara adat, ia merupakan sesuatu yang disyaratkan menurut syariat. Sehingga pembatasan atau pelarangan terhadap adat tersebut dipandang sebagai sebuah kemungkaran.

Pembatasan pengeras suara tegas Surahman tidak selaras dengan nilai-nilai toleransi beragama, dimana nilai toleransi mencakup:
Tasamuh, yaitu saling memberi pengakuan, memberi kelonggaran dan kebolehan, maka pembatasan terhadap adat yang berlaku, dalam hal ini penggunaan pengeras suara di masjid-masjid merupakan bentuk pelanggaran terhadap prinsip toleransi.

Seharusnya Kemenag berdialog dengan FKUB mengenai masalah ini dan tidak terpaku kepada penggunaan otoritas sebagai penguasa.

Tidak Tajawuz, tidak berlebihan, standarnya bisa diterima semua pihak. Kaum muslimin sudah memahami kapan mereka boleh menggunakan pengeras suara sehingga tidak mengganggu aktifitas dan waktu istirahat mayoritas Masyarakat.

Takarrum, penghormatan, mendahulukan kelapangan dada walau merasa sedikit ketidaknyamanan atas suara yang terdengar. Mungkin ada sedikit tidak kenyamanan, tapi mereka yang tidak beragama Islam bisa menerima dan memakluminya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan