FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Memasuki bulan suci Ramadan, salat tarawih kilat kembali menjadi sorotan publik.
Fenomena ini tidak hanya menjadi perbincangan di kalangan umat Muslim, tetapi juga menuai pro dan kontra terkait efisiensi waktu dan kualitas ibadah.
Salat tarawih kilat, yang dikenal dengan istilah "salat cepat selesai", sering kali dianggap sebagai opsi untuk menyelesaikan salat tarawih dengan lebih cepat.
Sebagian orang menganggapnya sebagai cara yang efisien untuk menyempurnakan ibadah di bulan Ramadan yang penuh berkah.
Namun, di sisi lain, ada juga pandangan bahwa salat tarawih kilat bisa mereduksi makna ibadah yang seharusnya dijalankan dengan khidmat dan penuh khusyuk.
Salah satu sorotan utama terhadap salat tarawih kilat adalah pandangan bahwa hal ini bisa mempermainkan ibadah.
Dengan mengejar kecepatan menyelesaikan rakaat-rakaat salat, ada potensi bahwa kualitas ibadah menjadi terkompromi.
Bagi sebagian orang, salat tarawih seharusnya menjadi momen untuk merenung, memperdalam hubungan dengan Allah, dan menyerap makna Alquran yang dibaca dalam setiap rakaat.
Ulama Kota Makassar, KH Sudirman mengatakan, salat itu sudah memiliki aturan. Salat sudah ada rumusan baku dari Nabi Muhammad SAW.
"Baik gerakannya maupun bacaannya, itu sudah ada. Setiap salat itu sudah ada rumusan bakunya," ujar KH Sudirman kepada fajar.co.id, Rabu (13/3/2024) malam.
Ditegaskan KH Sudirman, cara melaksanakan ibadah salat sudah diajarkan Rasulullah.
"Maka karena itu, kata Rasulullah SAW salatlah engkau sebagaimana engkau melihatku salat," ucapnya.
Termasuk salat tarawih, kata Tokoh Muhammadiyah itu, berlaku secara umum harus ada yang namanya rukuk dalam keadaan tenang, duduk dengan tenang, berdiri dengan tenang, dan melakukan gerakan dengan tenang.
"Yang banyak terjadi di masyarakat kita namanya tarawih kilat, tarawih yang termasuk bagian dari kesalahan-kesalahan bagi seorang yang salat. Itu dengan cara kilat," cetusnya.
Menurutnya, salat tarawih kilat dikatakan salah karena, tenang yang menjadi salah satu rukunnya, tidak dilakukan.
"Yang banyak terjadi di masyarakat kita ada namanya pembalap liar, hati-hati pembalap liar di zaman ramadan ada pembalap liar di luar masjid, ini kerjanya Polisi dan kerjanya masyarakat kita amankan itu supaya tidak mengganggu ketenangan orang beribadah," singgungnya.
Selain pembalap liar di jalanan, kata KH Sudirman, juga ada pembalap liar di dalam Masjid.
"Ada juga pembalap liar yang ada dalam masjid, yang bernama imam. Rupanya ini juga menjadi masalah besar, ada imam lain gayanya waktu salat isya, lain juga gayanya waktu salat tarawih," ungkapnya.
"Tidak boleh membedakan gaya seperti itu, karena harus ada rasa ketenangan, tenang melakukan bahkan kata Rasulullah SAW seutama-utama salat itu lama berdirinya," sambungnya.
KH Sudirman bilang, dengan berusaha tenang saat melaksanakan salat, sudah menjadi bagian dari mencontoh cara Nabi Muhammad.
"Nabi SAW diberikan penjelasan bahwa jangan tanya bagaimana panjangnya bacaan Nabi, bagaimana bagusnya gerakannya, tuma'ninah gerakannya Nabi SAW," bebernya.
Kata KH Sudirman, tarawih itu menentang yang menyelisihi sunnah Nabi Muhammad SAW, menyelisihi pokok salat tersebut.
"Hati-hati pembalap liar, terutama pembalap jadi imam tarawih. Tapi saya tanya beberapa imam tarawih, ada juga alasannya dipanggil oleh panitia tertentu yang berpengaruh di masjid tersebut," imbuhnya.
"Pak imam yang cepat karena di sini pensiunan semua, di sini ibu-ibu semua sudah tua, sesepuh-sesepuh, yang begini tidak boleh mewakili gerakan. Jangan mengorbankan gerakan salat hanya gara-gara atas nama pensiunan," lanjutnya.
Ditekankan KH Sudirman, mereka bisa diberikan kesempatan untuk duduk jika merasa capek dan lelah. Sebab, salat sunnah menurutnya bisa duduk.
"Jangan dihalangi. Beberapa imam masjid itu mengambil gaya seperti ini karena dipesan. Hati-hati yang pesan-pesan begini, menyelisihi agama kita," tandasnya.
"Hindari, waspadai tarawih kilat yang biasa orang pembalap-pembalap liar dalam masjid," kuncinya. (Muhsin/fajar)