Kenaikan Gaji Tergerus Inflasi, Bahan Pangan Bergejolak

  • Bagikan
Ilustrasi inflasi dan kenaikan gaji ASN

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR, -- Aparatur Sipil Negara (ASN), pensiunan, TNI dan Polri telah menikmati kenaikan gaji. Namun kenaikan gaji tersebut malah tergerus inflasi.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Februari 2024 tingkat inflasi volatile food mencapai 8,47 persen (yoy). Angka itu naik signifkan dibanding inflasi Februari 2023 sebesar 7,62 persen.

Inflasi bahan pangan telah melampaui rata-rata tingkat kenaikan gaji aparatur sipil negara atau ASN. Juga melampaui kenaikan upah minimum regional (UMR) di sejumlah daerah.

Kenaikan gaji ASN pada 2019-2024 rata-rata 6,5 persen. Sementara kenaikan UMR lebih rendah lagi, rata-rata 4,9 persen pada 2020-2024.

Ini mengkhawatirkan, jangan sampai inflasi menekan daya beli masyarakat. Komoditas yang paling bergejolak adalah beras. Hingga saat ini, harga beras premium masih di atas Rp15 ribu per kg. Sementara beras medium sudah di atas Rp13 ribu perkilogram.

Hal sama juga terjadi pada komoditas telur, sudah menyentuh harga Rp61 ribu per satu rak. Lebih parahnya lagi, bumbu-bumbu dapur juga mengalami kenaikan. Apalagi momen Ramadan, harganya lebih mahal lagi.

Bank Indonesia (BI) mengingatkan pemerintah agar inflasi ditekan secepatnya. Sebab, pada komposisi pengeluaran masyarakat, 33,7 persen dari volatile food. Ini akan menganggu daya beli.

Pakar Ekonomi Universitas Negeri Makassar (UNM) Prof Anwar Ramli, mengatakan kenaikan gaji ASN dan TNI-Polri tujuan utamanya untuk kesejahteraan. Namun kecil pengaruhnya. Sebab, setelah pengumuman kenaikan gaji, harga barang-barang ikut naik.

Namun Prof Anwar menilai, kenaikan gaji setidaknya dapat menambah daya beli masyarakat, terutama di kalangan keluarga ASN dan TNI-Polri.

"Pasti berdampak positif kepada pedagang," katanya, Senin, 18 Maret.

Terpenting kata dia, pemerintah harus meyakinkan masyarakat agar tidak panic buying. Jika itu terjadi, akan memperparah situasi, sebab stok barang akan langka di pasaran.

"Pemerintah juga harus menindak tegas jika ditemukan spekulator atau penimbun bahan pangan," tuturnya.

Sementara Pakar Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM) Dr Murtiadi Awaluddin, mengemukakan kenaikan harga sudah prediksi jauh hari sebelumnya, sejak akhir tahun lalu. Menurutnya, sejak gaji ASN diumumkan naik, pelaku ekonomi sudah menangkap peluang itu.

Kemudian ditambah dengan adanya Ramadan, kebutuhan bahan pokok itu luar biasa tingginya. Hal ini akan menambah permintaan produk-produk khusus konsumsi di masyarakat sehingga memang terjadi kenaikan.

"Kenaikan gaji sudah di acc di tahun sebelumnya, sehingga itu juga salah satu penyebab mengapa kemudian harga ini meningkat," katanya.

Kemudian ada yang mengaitkan mahalnya beras dipicu program bansos. Stok Bulog banyak digunakan untuk kepentingan pemerintah. Hal itu juga menjadi faktor yang menyebabkan kenaikan harga di masyarakat.

Lalu yang lebih memperparah terjadinya panic buying, karena informasi yang beredar juga selalu memberikan informasi orang antre beras dimana-mana.

"Hal itu juga sebenarnya membuat masyarakat panik karena khawatir kebutuhan pokok susah nantinya," tuturnya.

Dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS), beras menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar pada Februari dengan andil 0,67 persen.

Selain itu, cabai merah juga memiliki andil 0,17 persen terhadap inflasi, daging ayam ras sebesar 0,14 persen, dan sigaret kretek 0,13 persen.

Jika dilihat secara tahunan, rata-rata inflasi umum sejak 2019 hingga 2023 berada di angka 2,9 persen. Barang bergejolak berada di angka 4,7 persen. (*)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan