MK Tolak Permohonan agar Pilkada Diundur, Sebagian Gugatan Dikabulkan

  • Bagikan
Mahkamah Konstitusi

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permintaan 13 kepala daerah yang menginginkan jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak diatur ulang mundur menjadi 2025.

Meski demikian, (MK) mengabulkan sebagian gugatan uji materi 13 kepala daerah terkait Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Penggganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (UU Pilkada).

Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, Mahkamah telah menegaskan bahwa jadwal pemungutan suara serentak nasional dalam pemilihan gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota secara serentak tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 201 Ayat (8) UU Nomor 10 Tahun 2016, yaitu bulan November 2024.

Hal itu sebagaimana Putusan MK nomor 12/PUU-XXII/2024. Meskipun, tidak diamarkan dalam putusan tersebut.

Pada sidang putusan perkara nomor 27/PPU-XXII/2024 yang digelar, Rabu (20/3/2024), Ketua MK Suhartoyo mengatakan, permintaan yang dikabulkan hanya memperjelas Pasal 201 ayat 7. Pasal itu sebelumnya berbunyi, "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan tahun 2020 menjabat sampai dengan tahun 2024".

Kemudian, Pasal 201 ayat 7 tersebut diubah dengan norma baru sebagai berikut: "Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota hasil Pemilihan Tahun 2020 menjabat sampai dengan dilantiknya Gubernur dan Wagub, Bupati dan Wabup, serta Walikota dan Wawalkot hasil pemilihan serentak secara nasional tahun 2024 sepanjang tidak melewati 5 tahun masa jabatan".

Sedangkan permintaan untuk mengubah jadwal pilkada serentak dari November 2024 menjadi Desember 2025 ditolak oleh MK. "Menolak permohonan para pemohon untuk selain dan selebihnya," kata Suhartoyo.

Pada pokok permohonan, para Pemohon menilai pembentuk undang-undang tidak memperhitungkan dengan cermat semua implikasi teknis atas pilihan Pilkada Serentak 2024. Sehingga, berpotensi menghambat pemilihan kepala daerah yang berkualitas.

Berpedoman dari pengalaman Pemilu tahun 2019, menunjukan fakta bahwa terdapat beban tugas penyelenggaraan ad hoc yang tidak rasional dan terlalu berat. Tercatat dalam Pemilu tahun 2019 menewaskan kurang lebih 894 petugas ad hoc dan 5.175 petugas sakit akibat kelelahan. (bs-sam/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan