FAJAR.CO.ID, MAKASSAR– Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gagal lolos ke DPR untuk pertama kalinya. PPP tak mampu melampaui ambang batas parlemen 4 persen pada Pemilu 2024.
PPP hanya meraih 5.878.777 suara dari total suara sah Pileg 151.796.630 suara. Ini menunjukkan, bahwa PPP hanya meraih 3,84 persen suara secara nasional.
Analis politik Unhas, A Ali Armunanto menilai kondisi yang dialami PPP ini karena gagal mempertahankan basis.
Sebab jika dilihat, PPP itu memang berbagi basis yang sama dengan PKB dan PKS. Kemudian beberapa partai lainnya, seperti Partai Ummat dalam konteks pemilih tradisionalis dan pundamentalis. Dulunya, PPP mewadahi semuanya.
Muhammadiyah, NU, dan kelompok-kelompok pundamentalis disatukan semua. Termasuk kelompok-kelompok Islam Nasional yang belakangan dikenal kelompok Islam Nusantara.
Inilah kata dia yang membuat PPP makin tergerus karena satu persatu basis massanya direbut oleh partai-partai-partai yang solid, seperti PAN, PKB, dan PKS. Semua partai ini memiliki jaringan lebih intens.
Sementara PPP justru tidak mampu mempertahankan itu. Bahkan PPP tidak mampu memproduksi elite dan mereproduksi tokoh--tokoh seperti Hamzah Haz. "Itu kan tidak ada penggantinya di PPP itu," kata Ali.
Kemudian kiyai-kiyai besar dan politisi ulung PPP juga tidak ada pengganti. Sementara yang muncul adalah politisi baru yang orientasintasi politiknya lebih pragmatis.Sementara sebagian besar pemilih PPP itu adalah ideologis.
"Karena yang lebih modernis akan lebih melihat PAN, tradisionalis lebih melihat PKB dan yang pundamentalis ke PKS," ujarnya.
Sementara pemilih-pemilih Islam moderat justru lebih tertarik memilih partai seperti Golkar dan partai yang tidak berbasis Islam lainnya. Jadi persoalan PPP adalah tidak mampu menciptakan ciri khasnya sendiri.
Kemudian tidak mampu mereproduksi elite-elite baru yang kuat untuk penarik suara bagi partai. PPP juga kehilangan ciri dan ideologi.
"Sekarang kan pertayaannya, sipil society apa yang membackup PPP. Itu tidak ada. PKB kan jelas, PKS jelas, PAN jelas," imbuh Ali.
Itulah yang membuat sehingga lama-lama kelamaan suara PPP semakin kecil. Jika dilihat mulai dari Pemilu 1999, lalu 2004, 2009, 2014, 2019, hingga 2024 itu terus turun.
Sementara PKB mengalami kenaikan signifikan. PKS juga naik. "Jadi saya rasa inilah semua yang menggerus suara PPP. Di sisi lain kelemahan institusi PPP tidak mampu diperbaiki dan dibangun," kuncinya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPP Partai Persatuan Pembangunan Amir Uskara, mengatakan pihaknya belum bisa menerima hasil pleno. Mengingat, penetapan juga belum dilakukan secara resmi.
"Hasil pleno memang belum sampai, karena banyak suara kita yang belum terekap di situ. Ada beberapa dari kabupaten,” terangnya, Rabu, 20 Maret.
Dia mengklaim, partainya meraih 4,5 persen suara secara nasional. Itu berdasarkan data internal yang mereka miliki. Bahkan pihaknya juga sudah melayangkan protes dan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami juga sudah ajukan protes, cuma memang karena harus selesai malam ini, makanya PPP belum
tanda tangan hasil rekap,” terangnya.
Pihaknya juga masih menunggu putusan MK. Sebab menurutnya, PPP berhak untuk mengambil slot 18 kursi Senayan secara nasional.
"KPU kan belum mengumumkan yang lolos, baru mengumumkan hasil rekap, menunggu MK dulu. Kami optimis lolos karena kami punya data internal," klaimnya.(*/fajar)