Kehilangan Basis
Sementara analis politik Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, A Luhur Prianto melihat bahwa pasca Munas dan Munaslub, PPP belum reborn. Bahkan semakin kehilangan basis tradisionalnya yang kini direbut partai lain.
Pasca Musyawarah Nasional (Munas) kubu Taj Yasin Maimun yang gagal merebut kursi kepemimpinan puncak di PPP tidak lagi optimal.
Bahkan Taj Yasin, putra ulama kharismatik Mbah Maimun sendiri akhirnya meninggalkan PPP, hingga kemudian menempuh jalur kontestasi DPD RI.
Munaslub yang melegalisasi kudeta ketua umum hasil Munas, juga tidak lantas mampu mengakomodasi faksi-faksi yang berkompetisi di Munas. "Itulah yang membuat PPP terus kehilangan dukungan publik," katanya.
Problem internal lain yang mengemuka kata Luhur juga tak lepas ketika PPP seperti terlalu cepat menentukan usungan di Pilpres 2024. Eksponen Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) secara terang-terangan, terutama di DIY, melawan keputusan DPP PPP.
PPP juga seperti terjebak masa lalu, sebagai satu-satunya kanal aspirasi politik umat Islam, seperti diera orde baru. Padahal sudah terjadi pergeseran perilaku pemilih, terutama sejak dominasi kubu nasionalis pada Pemilu pasca reformasi.
PPP juga tidak bisa berharap banyak efek ekor jas dukungannya di Pilpres 2024. Secara dukungan Pilpres, PPP bukan partai penentu dan hanya menjadi pelengkap formasi pasangan Ganjar-Mahfud.
PPP mencoba bertahan di Senayan pada kemampuan bertarung figur-figur calegnya, pada mekanisme popular vote yang berbiaya mahal. "Itu sebuah pilihan yang memang penuh risiko," ujar Luhur.