FAJAR.CO.ID, MAKASSAR--Polda Sulsel ikut menyelidiki kasus dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus magang. TPPO jaringan internasional ini sedang jadi perhatian.
Kasus tersebut tengah diusut Satgas TPPO Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri. Dimana ada daftar 33 kampus di seluruh Indonesia diduga terlibat, sebagian di antaranya berada di Sulsel.
"Iya ini lagi kita lidik juga di Sulsel," ujar Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Sulsel, Kombes Pol Jamaluddin Farti kepada FAJAR, Jumat, 29 Maret.
Lanjut Jamal sapaanya, ia masih enggan untuk membeberkan perkembangan dari penyelidikan kasus tersebut. Pihaknya menunggu rampung sebelum nantinya akan diekspose.
"Nanti saja kita rilis biar tidak mengganggu penyelidikan," katanya saat ditanya perkembangan penyelidikan.
Ditanya lebih jauh terkait keterlibatan beberapa kampus ternama di Sulsel sesuai daftar yang dibeberkan Bareskrim Polri, Jamal menegaskan masih dalam penyelidikan.
"Belum bisa jawab dulu karena belum ada secara resmi dari Mabes," tukasnya.
Sejalan dengan itu, Bareskrim Polri masih memeriksa sejumlah saksi dan berkoordinasi dengan KBRI Jerman.
“Mari kita tunggu perkembangan dari penyidik,” ujar Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol. Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam keterangan persnya, Selasa, kemarin.
Diketahui, dari kasus ini Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka, yakni dua perempuan yang berada di Jerman berinisial ER alias EW (39) A alias AE (37). Kemudian, WNI berinisial SS (65), MZ (60), dan AJ (52).
Dugaan TPPO ini terungkap usai adanya informasi dari KBRI Jerman terkait empat orang mahasiswa yang datang ke KBRI mengaku sedang mengikuti program ferien job.
Setelah dilakukan pendalaman, hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 dan terbagi di tiga agen tenaga kerja Jerman.
Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga didapat fakta awal bahwa para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB.
Lalu, korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama cv-gen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA tersebut terbit, kemudian korban harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama satu sampai dua bulan. Hal itu nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa.
Para mahasiswa akhirnya kembali dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Bukan hanya itu saja, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa.
Para korban melaksanakan ferienjob tersebut dalam kurun waktu selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Namun, setelah diusut polisi, ternyata program ferien job bukan merupakan bagian program MBKM (merdeka belajar kampus merdeka) dari Kemendikbudristek.
Sementara itu, Kemenaker program ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri. (maj/dir)