TPPO Isu Prioritas Komnas HAM, LLDIKTI Wilayah IX Belum Temukan Indikasi

  • Bagikan
Ilustrasi Ferienjob

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR – Tindak pidana perdagangan orang (TPPO) menjadi isu prioritas Komnas HAM. Pengaduan TPPO meningkat tiga tahun terakhir.

Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM Anis Hidayah, mengatakan peningkatan pengaduan itu tersebar di sebelas negara. Termasuk di antaranya negara konflik seperti Syria.

Dari pengaduan yang diterima, para pekerja migran Indonesia (PMI) yang menjadi korban TPPO mengalami kerja paksa dan eksploitasi.

Anis menyebutkan, temuan pokok dari Komnas HAM menunjukkan bahwa PMI, terutama perempuan, makin rentan menjadi korban TPPO.

Dia pun menyayangkan belum adanya upaya serius penanganan TPPO yang menggunakan perspektif HAM dan pemulihan bagi korban. "Masih jauh dari yang diharapkan," ujarnya melalui Jawa Pos (Group FAJAR), Jumat, 29 Maret.

Saat ini Komnas HAM tengah menyusun modul penanganan TPPO berbasis HAM untuk aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil.

Selain itu, Komnas HAM mengkaji efektivitas implementasi kebijakan pencegahan dan penanganan TPPO dalam kerangka instrumen nasional, regional, dan internasional.

Sementara itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengapresiasi kinerja Bareskrim Polri atas pengusutan kasus dan penangkapan pelaku TPPO dengan modus pengiriman mahasiswa magang ke Jerman ini.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kemen PPPA Ratna Susianawati, mengungkapkan pihaknya sebagai koordinator subgugus tugas pencegahan TPPO akan terus berupaya melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga terkait, termasuk Kemendikbudristek.

Dari informasi yang disampaikan Kemendikbudristek, kata Ratna, program ferienjob yang berarti program kerja paro waktu saat musim libur di Jerman ternyata bukan merupakan bagian program dari Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM).

Memang ferienjob pernah diusulkan masuk MBKM, tetapi ditolak karena kalender akademik di kampus Indonesia sangat berbeda dengan yang berlaku di Jerman.

”Kemenaker juga menyatakan bahwa program tersebut tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri," ujarnya.

Di sisi lain, Kemen PPPA juga berupaya melakukan kampanye secara masif melalui berbagai inovasi dan kolaborasi terkait perlindungan dan pemenuhan hak pekerja, terutama program magang, dari kekerasan dan TPPO.

Para mahasiswa yang jadi korban, lanjut Ratna, menandatangani kontrak tanpa mengerti bahasa yang digunakan. Mereka juga tidak mendapatkan gaji secara utuh karena harus membayar biaya talangan untuk proses keberangkatan ke Jerman.

"Terlebih, mereka berangkat ke Jerman tanpa sepengetahuan dan rekomendasi dari kementerian. Di mana para agen pengirim dan mahasiswa tersebut tidak ada dalam sistem Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI)," paparnya.

Ratna menjelaskan, terkait magang, pemerintah sudah mengaturnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu permasalahan yang kerap muncul adalah masalah upah dari yang seharusnya. Bahkan, ada kasus yang tidak diberi upah sama sekali.

Rugikan Kampus

Untuk wilayah Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah IX, ada beberapa nama perguruan tinggi yang diduga terlibat ferienjob. Di antaranya Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Universitas Indonesia
Timur (UIT), dan Universitas Terbuka (UT).

Selain itu, ada UKI Paulus, Universitas Muhammadiyah Makassar, Universitas Negeri Makassar, dan Universitas Atma Jaya.

Kepala LLDIKTI Wilayah IX Andi Lukman mengatakan, saat ini Kemendikbudristek tengah mengkaji pemberian sanksi untuk kasus tersebut.

Namun kata dia, kampus yang masuk LLDIKTI IX yang disebut, sejauh ini kajian yang dilakukan belum mendapatkan adanya dugaan perdagangan Mahasiswa. Apalagi kampus yang disebutkan di Makassar.

"Tidak ada program kerja paruh waktu (part-time) ferienjob berkedok magang mahasiswa di Jerman. Mahasiswa yang dikirim kesana juga tidak merasa demikian,” ucapnya, Jumat, 29 Maret.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan