FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Ditreskrimum Polda Sulsel telah memulai penyelidikan terkait kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), yang terkait dengan program Ferienjob ke Jerman.
Dirkrimum Polda Sulsel, Kombes Pol Jamaluddin Farti mengatakan, saat ini pihaknya telah meminta klarifikasi dari dua perguruan tinggi dan mahasiswa terkait program ini.
Dikatakan Jamaluddin, pemanggilan terhadap dua perguruan tinggi itu bertujuan untuk memberikan klarifikasi terkait program tersebut.
"Sudah ada yang kami klarifikasi dari beberapa kampus dan mahasiswa yang sudah pulang. Sementara baru dua kampus yang kita klarifikasi," ujar Jamaluddin di Mapolda Sulsel, Senin (1/4/2024).
Dijelaskan Jamaluddin, pihaknya akan mencocokan klarifikasi pihak perguruan tinggi dan mahasiswa dengan data dari Bareskrim Polri.
"Terpenting sudah ada beberapa yang kita klarifikasi. Sementara berjalan dulu. Ini kan kita melihat data di Bareskrim dan kita proaktif," ucapnya.
Meski demikian, kata Jamaluddin, program Ferienjob dianggap ilegal karena tidak masuk dalam program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek).
Diakui Jamaluddin, ada beberapa perguruan tinggi di Makassar yang tidak mengetahui jika mahasiswanya ikut program Ferienjob ke Jerman.
Mahasiswa yang dimaksud Jamaluddin, ikut program Ferienjob secara mandiri.
"Kalau saya baca, ada mahasiswanya berangkat, tapi tanpa sepengetahuan kampus. Itukan yang tahu mereka yang mandiri," tukasnya.
Untuk diketahui, dari kasus ini Bareskrim Polri telah menetapkan lima orang tersangka.
Para tersangka itu adalah dua perempuan yang berada di Jerman berinisial ER alias EW (39) A alias AE (37). Kemudian, WNI berinisial SS (65), MZ (60), dan AJ (52).
Dugaan TPPO ini terungkap usai adanya informasi dari KBRI Jerman terkait empat orang mahasiswa yang datang ke KBRI mengaku sedang mengikuti program ferienjob.
Setelah dilakukan pendalaman, hasil yang didapatkan dari KBRI bahwa program ini dijalankan oleh 33 universitas yang ada di Indonesia dengan total mahasiswa yang diberangkatkan sebanyak 1.047 dan terbagi di tiga agen tenaga kerja Jerman.
Satgas TPPO Dittipidum Bareskrim kemudian melakukan penyelidikan dan penyidikan, hingga didapat fakta awal bahwa para mahasiswa mendapatkan sosialisasi dari PT Cvgen dan PT SHB.
Lalu, korban dibebankan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp150.000 ke rekening atas nama cv-gen dan juga membayar sebesar 150 euro untuk pembuatan letter of acceptance (LOA) kepada PT SHB.
Setelah LOA tersebut terbit, kemudian korban harus membayar sebesar 200 euro kepada PT SHB untuk pembuatan approval otoritas Jerman (working permit) dan penerbitan surat tersebut selama satu sampai dua bulan.
Hal itu nantinya menjadi persyaratan dalam pembuatan visa.
Para mahasiswa akhirnya kembali dibebankan menggunakan dana talangan sebesar Rp30 juta sampai Rp50 juta yang nantinya akan dipotong dari penerimaan gaji setiap bulannya.
Bukan hanya itu saja, para mahasiswa setelah tiba di Jerman langsung disodorkan surat kontrak kerja oleh PT SHB dan working permit untuk didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja Jerman dalam bentuk bahasa Jerman yang tidak dipahami oleh para mahasiswa.
Para korban melaksanakan ferienjob tersebut dalam kurun waktu selama tiga bulan sejak Oktober 2023 sampai Desember 2023.
Namun, setelah diusut polisi, ternyata program ferienjob bukan merupakan bagian program MBKM (merdeka belajar kampus merdeka) dari Kemendikbudristek.
Sementara itu, Kemenaker program ferienjob tidak memenuhi kriteria magang di luar negeri. (Muhsin/fajar)