FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- La Ilaha Illallah atau Tiada Tuhan selain Allah. Kalimat tersebut mampu membuat pemuda Tionghoa memantapkan diri memeluk ajaran Islam pada 1982 silam.
Dia adalah Sulaiman Gosalam. Nama tersebut didapatnya setelah masuk Islam dan memutuskan mualaf.
Sebelum masuk Islam, pria yang karib disapa Ustaz Sulaiman Gosalam ini memeluk agama Konghucu. Tetapi saat itu agama Konghucu belum diakui di Indonesia, akhirnya dia selalu beribadah dengan sebutan ajaran Buddha.
Sama seperti mayoritas Tionghoa lainnya, Ustaz Sulaiman Gosalam lahir dalam keluarga non Islam. Sulaiman kecil tumbuh dan besar di lingkungan agama Buddha dan Kristen.
"Sebenarnya sih (agama sebelumnya) Konghucu, tetapi tidak diakui jadi mengakui agama Buddha, kemudian saya di tetangga (banyak) Kristen Katolik," katanya kepada fajar.co.id, Jumat (5/4/2024).
Memasuki usia remaja, Sulaiman muda mulai mempertanyakan agama yang selama ini dianutnya. Dalam beribadah dia mengaku belum merasakan ketentraman.
"Dalam beragama belum merasakan ketentraman batin dan apa dilakukan dalam ibadah dasarnya berbeda-beda, tidak ada pedoman kitab," jelasnya.
Kerisauan hati itu membuat Sulaiman mulai mencari-cari sosok Tuhan yang sebenarnya. Dibekali nalar kritis sejak muda, dia percaya hanya satu Tuhan di dunia ini.
"Saya terus mencari yang namanya Tuhan, eksistensi Tuhan. Dalam hati kecil saya pasti hanya satu Tuhan, tetapi tidak tahu Tuhan yang sebenarnya saking banyaknya Tuhan masing-masing agama," bebernya.
Setelah mempelajari semua agama yang ada, tibalah Sulaiman mempelajari agama Islam. Selama masa belajarnya, dia menemukan satu kata yang menjawab pertanyaannya selama ini. La Ilaha Illallah atau tiada Tuhan selain Allah.
"Jadi saya yakin hanya ada satu Tuhan yang sebenarnya. Kemudian saya terus belajar, mencari. Saya temukan ada satu kata yang sesuai kata hati saya," ujarnya.
"Itu kalimat La Ilaha Illallah, tidak ada Tuhan selain Allah," tegasnya lagi.
Kalimat itulah yang dia yakini hingga terus diulanginya. "Kan selama ini banyak Tuhan. Dalam hati kecil saya (Tuhan) itu satu. Itulah saya percaya, saya selalu baca itu, sambil pulang sekolah jalan kaki," ungkapnya.
Satu kalimat La Ilaha Illallah membuat Sulaiman muda semakin mantap mempelajari Islam hingga dia mengucapkan dua kalimat syahadat di rumah seorang guru agama SMP Merdeka 1.
Saat mengucapkan dua kalimat syahadat, Sulaiman Gosalam masih berusia 17 tahun. Keputusan berani itu diambilnya.
"Sejak umur 17 tahun, saya syahadat di depan ustaz Mansur di Jalan Diponegoro di dalam rumah itu beliau guru agama Islam di SMP Merdeka 1," urainya.
Menjadi mualaf di keluarga non muslim tentu bukan perkara mudah bagi Sulaiman muda. Dia harus menyembunyikan kepercayaan barunya utamanya bagi kedua orang tuanya.
Kebiasaan yang diwajibkan dan diharamkan dalam Islam mulai ditaatinya. Mulai dari salat lima waktu hingga tidak makan dan minum yang haram pun dilakukan.
"Menjadi mualaf awalnya sembunyi-sembunyi, saya mulai tidak makan babi, orang tua mulai curiga, selalu cari makanan yang lain kalau ada babi. Kurang lebih setahun sembunyi-sembunyi. Kalau salat di kamar," ujarnya.
Aksi kucing-kucingan dengan orang tuanya akhirnya terkuak juga. Sulaiman kedapatan melaksanakan salat Magrib saat dia lupa mengunci pintu kamarnya.
Ibunya yang mengetahui anaknya telah pindah ke agama Islam tentu marah. Kata Sulaiman ibunya menganggap Islam agama yang kurang bagus karena melihat contoh buruk selama ini.
"Kemudian dia tanya saya mengapa mau masuk Islam, marahlah dia. Dia menganggap Islam pengemis tukang becak pencuri pokoknya tidak baik," kenang Ketua Yayasan H Muhammad Cheng Ho pendiri dan pengelola Masjid Cheng Ho di Jl Hertasning Makassar ini.
"Saya bilang tidak, itu orang yang mengaku Islam tetapi belum melaksanakan Islam dengan baik. Minum minuman keras dan lain-lain," sambungnya.
Usai ketahuan, Sulaiman muda akhirnya terang-terangan menjalankan ibadah dan ajaran Islam. Kedua orang tuanya yang melihat perubahan di anaknya mulai mendukung.
"Kemudian ibu saya melihat perilaku saya, tidak merokok, tidak berjudi, tidak minum miras, termasuk tidak main perempuan. Sebagian orang Tionghoa begitu. Alhamdulillah orang tua senang, bahkan didukung. Termasuk bapak mendukung," katanya.
Perubahan sikap yang lebih baik membuat kedua orang tua Sulaiman mulai menerima kepercayaan barunya.
"Pernah dulu suatu hari Jumat, saya ketiduran, dibangunkan pergi salat Jumat. Jadi orang tua menerima," ungkapnya.
Mantan Ketua Persatuan Islam Tianghoa Indonesia (PITI) Sulsel itu kemudian menikah dengan seorang perempuan Tionghoa mualaf asal Sengkang Wajo.
"Dia besar di Sengkang. Dia masuk Islam dua hari sebelum KKN di Unhas di IMMIM. Saya melamar di Sengkang direstui menikah tanggal 6 Januari 1993," jelasnya.
Dari pernikahan tersebut, Ustaz Sulaiman Gosalam kini dikaruniai lima orang anak. "4 Sarjana, satu sudah S2. Bungsu sudah mau masuk perguruan tinggi," pungkasnya.
Ustaz Sulaiman Gosalam kini menjabat sebagai Ketua Gerakan Unhas Mengaji dan Sholat Berjamaah (GUMSB) yang rutin melaksanakan pengajian dan kajian bersama mahasiswa di Universitas Hasanuddin. (Ikbal/Fajar)