Moderasi Beragama Tak Cukup, Butuh Moderasi di Seluruh Aspek Kehidupan

  • Bagikan
Diskusi Buku “Jalan Baru Moderasi Beragama (Mensyukuri 66 Tahun Haedar Nashir).

Diskursus Radikalisme dan Moderasi Beragama

Abd Azis dalam paparannya, mengulas sejarah lahirnya gagasan ‘moderasi beragama’ yang diperkenalkan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Ia menyebut, moderasi beragama lahir sebagai respon atas aksi 212, aksi demonstrasi besar-besaran atas dugaan penistaaan agama yang dilakukan BTP.

“Pak Haedar mengkritik konsep moderasi beragama yang dianggap bias, karena hanya menargetkan umat Islam saja. Padahal jika pun ada radikalisme, ada faktor lain yang menyertainya. Ada faktor ekonomi, ada faktor politik,” ungkap Dosen IAIN Bone itu.

Azis mencontohkan, adanya 10 persen orang yang menguasai 90 persen kekayaan ekonomi sebagai salah satu penyebab munculnya gerakan radikal, karena merasa tersisihkan secara ekonomi.

Oleh karena itu, kata Azis, Haedar menawarkan konsep baru dalam moderasi beragama. “Konsepnya adalah moderasi beragama, yang dibangun di atas Pancasila, sebagai ideologi bersama, tidak ada yang dominan. Semuanya digandeng dan dilibatkan, tidak ada yang disisihkan dalam berbagai aspek Pembangunan, baik ekonomi, pendidikan, maupun agama,” ungkap Alumni Program Doktor Universitas Utrecht Belanda itu.

Moderasi Beragama di Sektor Kesehatan

Pembicara kedua, Dr dr Andi Afdal Abdullah, yang merupakan Direktur BPJS Kesehatan, banyak menguraikan sisi pemikiran Haedar Nashir yang selama ini belum banyak ditulis. Ia mencoba mengurai gagasan moderasi beragama Haedar dalam bidang kesehatan.

“Saya sering menulis, tapi jujur saya akui ini, menulis tema ini, merupakan tantangan terberat, dan paling lama saya tulis,” ungkap mantan Aktivis IMM itu.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan