Teknologi dan Budaya dalam Implementasi K3

  • Bagikan

Pembicara utama seminar tersebut adalah Dr. Ir. Bimo Prasetyo, Direktur PT Citra Marga Lintas Jabar, yang menekankan bahwa budaya organisasi yang kuat, yang didasarkan pada nilai-nilai keselamatan dan kesadaran kolektif akan keselamatan, akan menciptakan lingkungan kerja yang aman dan produktif. Sebaliknya, ketika budaya keselamatan tidak diutamakan atau bahkan diabaikan, risiko kecelakaan dan cedera kerja cenderung meningkat.

Membangun budaya K3 didefinisikan sebagai upaya membentuk sikap dan perilaku selamat yang dibangun dari nilai-nilai keselamatan yang ditanamkan dalam budaya organisasi.

Berikut adalah sejumlah faktor penentu keberhasilan membangun budaya K3 menurut para ahli yang dirangkum dari berbagai sumber, termasuk situs www.SafetySign.co.id

Pertama, adalah komitmen manajemen terhadap keselamatan kerja. Komitmen ini dapat berupa aturan atau kebijakan tertulis yang harus dipahami seluruh pekerja. Pada praktiknya, komitmen tersebut berupa peraturan perusahaan, ketersediaan fasilitas keselamatan kerja, serta kecukupan sumber daya yang kompeten.

Faktor kedua, untuk menentukan keberhasilan membangun budaya K3 adalah ketersediaan peraturan dan prosedur K3 agar tercipta budaya keselamatan yang baik. Secara pragmatis bentuk dari peraturan dan prosedur K3 adalah program komunikasi bahaya, alat pelindung diri (APD), prosedur izin kerja khusus (work permit), prosedur praktik kerja aman, prosedur tanggap darurat, dan lain-lain.

Faktor ketiga, adalah komunikasi. Perlu diciptakan komunikasi terbuka (transparan) dan berlangsung dua arah antara pemimpin/manajemen dengan pekerja. Ketersediaan wadah komunikasi menjadi hal yang penting sebagai bentuk partisipasi seluruh pekerja agar tersedia input, saran, dan masukan untuk meningkatkan keselamatan di perusahaan.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan