FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Mahasiswa Universitas Negeri Makassar (UNM) merasa keberatan atas tindakan pihak Kepolisian yang masuk ke area kampus saat demo May Day, Rabu (1/5/2024) malam kemarin.
Mahasiswa yang mengatasnamakan dirinya dari Komite Rakyat Berdaulat (KERABAT) menyayangkan tindakan represif aparat kepolisian terhadap Mahasiswa UNM Gunung Sari.
“Setelah selesai aksi, kami turun di depan kampus UNM kami melihat beberapa gerombolan massa aksi yang bukan bagian kami sedang membakar ban. Kami tetap masuk ke dalam Kampus dan membubarkan diri,” ujar salah seorang mahasiswa bernama Ical.
Dikatakan Ical, aksi berjalan dengan damai sampai pada pukul 17:00 Wita. Unjuk rasa diakhiri dengan pembacaan pernyataan sikap dan tuntutan oleh korlap yang diikuti oleh aliansi KERABAT.
Tambahnya, massa aksi dari BEM FIS-H yang sebelumnya tergabung melakukan unjuk rasa di Flyover dan di Kantor DPRD Provinsi Sulsel, memisahkan diri dari massa aksi aliansi KERABAT lainnya.
Setelah massa aksi BEM FIS-H sampai di kampus, kata dia, ditemukan beberapa orang yang tidak dikenal dan bukan massa aksi melakukan pembakaran ban di depan gerbang UNM Jalan Pendidikan.
"Sekitar pukul 18.50 Wita, terjadi beberapa tembakan gas air mata yang mengarah ke dalam kampus, tembakan ini disusul penyerbuan puluhan aparat bersenjata dan berseragam lengkap," sebutnya.
Selanjutnya, Ical mengungkapkan, mereka melakukan penyisiran dengan cara memaksa masuk ke ruangan-ruangan Sekretariat Lembaga Kemahasiswaan.
“Sebelum masuk ke dalam kampus, rombongan aparat Kepolisian sempat menembakkan gas air air mata sekitar 4 kali. Setelah itu mereka masuk dan menangkap mahasiswa secara paksa yang sedang berada di dalam Sekretariat BEM FIS-H termasuk sekretariat Lembaga Himpunan,” Ical menuturkan.
"Ketika melakukan penyisiran, Aparat bersenjata memukul, menampar, menendang setiap Mahasiswa secara acak yang diindikasi melakukan aksi pembakaran ban," bebernya.
Atas tindakan represif itu, Ketua BEM FIS-H Bintang mengatakan, membuat beberapa di antara Mahasiswa memar dan berdarah.
“Polisi masuk ke dalam kampus adalah tindakan yang tidak beralasan yang mengatakan bahwa itu adalah perbuatan dari Mahasiswa BEM FIS-H, sehingga berani masuk ke dalam kampus sampai menyerbu sekretariat lembaga Mahasiswa,” kata Bintang.
Bintang bilang, mahasiswa dipaksa membuka baju, satu persatu rambut mereka ditarik dan wajah difoto secara paksa. Mereka ditanya identitas, nomor hp, alamat, dan diancam akan dilaporkan kepada Universitas.
Terpisah, Hasbi Asiddiq selaku pendamping hukum LBH Makassar menuturkan, tindakan yang dilakukan aparat Kepolisian adalah perbuatan melawan hukum.
"Tembakan gas air mata ke arah kampus, juga merupakan penggunaan kekuatan secara berlebihan,” kata Hasbi.
Menurut Hasbi, penggunaan kekuatan berlebihan tersebut selayaknya dikecam, terlebih Kampus merupakan wilayah yang harus lindungi sebagai institusi pendidikan dan ruang aman dari tindakan kekerasa.
"Aparat kepolisian tentu harus memiliki alasan yang jelas dan memiliki perhitungan yang akurat yang tentunya harus berdasarkan undang-undang, dengan tidak melangkahi ketentuan hukum," tukasnya.
Sebelumnya, Kabag Ops Polrestabes Makassar AKBP Darminto yang dikonfirmasi mengatakan, pihaknya melakukan pengamanan sekitar pukul 19.00 Wita.
Darminto menuturkan, pada proses pengamanan itu, pihaknya mengamankan lima oknum mahasiswa yang diduga terlibat dalam aksi tersebut.
"Ada lima orang, dua bakar ban, kemudian satu bawa minuman ballo, satu yang sudah alumni yang tidur di situ, satu yang diduga penggerak. Diamankan di Polres," kata Darminto, Kamis (2/5/2024).
Dikatakan Darminto, pihaknya mengamankan kelima oknum tersebut karena mematikan lampu di Jalan Raya Pendidikan hingga mengetok tiang listrik.
"Diamankan. Ya tadi malam di jalan Raya Pendidikan matikan lampu, ketok tiang listrik, kan biasanya tanda-tanda ribut. Kita bongkar itu, kita matikan, kita dilempari, yah kita kejarlah kita cari orang ke dalam sampai melempar," tukasnya.
Darminto menyebut, saat mengamankan kelima orang tersebut, mereka mengakui perbuatannya.
"Itu sudah tradisi, setiap tahun dia akan seperti itu. Jalan Pendidikan dijadikan jalan perang. Kan tidak nyambung," imbuhnya.
"UNM ini mendidik guru ini, masa jalur itu dipakai bentrokan terus, bentrokan terus setiap hari. Setiap hari ada kegiatan, momen, pasti dia di situ. Nah tidak boleh seperti itu," sambungnya.
Darminto bilang, saat melakukan proses pengamanan, pihaknya juga dilempari batu oleh para mahasiswa yang melakukan aksi.
"Iya dilempari, matikan lampu, ketok tiang listrik, lempar keluar, kita dilempari. Kira-kira bagaimana kalau kau dilempari? Malam hari lagi, matikan lampu, apa maksudnya?," cetusnya.
Ditegaskan Darminto, pihaknya memberikan dukungan penuh pada kampus untuk mendidik mahasiswa agar memiliki masa depan yang cerah.
Untuk itu, saat mahasiswa kehilangan kendali dan membuat keributan di jalanan, kata Darminto, sudah menjadi kewajibannya untuk melakukan tindakan.
"Intinya kita dukung kampus. Kampus kan adalah jalan orang terdidik, bukan jalan untuk digunakan ajang bentrokan. Itu penting itu ditulis. Jadi polisi membantu mengharumkan citra nama kampus, calon pendidik kan? jangan dijadikan ajang untuk berkelahi, bentrokan," kuncinya. (Muhsin/Fajar)