Di antaranya visi dan misi, pengetahuan yang bersangkutan terkait dengan lembaga yang akan ditempati seperti pengetahuan terkait penyiaran, transparansi. Juga menggali riwayat hidup dan pengalaman yang bersangkutan.
“Fit and proper test di DPRD tak menyinggung visi dan misi. Yang ada itu cuman pertanyaan soal program jika menjadi komisioner nantinya. Itupun test and proper testnya itu seperti wawancara dan itu dilakukan secara tertulis seperti debat presiden, ambil amplop dan di dalam amplop itu ada pertanyaan,” jelasnya.
Dikatakan, model seperti ini rentang bocor. Kalau fit and proper test itu kata dia langsung dari mulut anggota dewan yang bersangkutan. Tidak melalui kertas yang ditulis dalam amplop lalu dibacakan.
Ketiga, pria kelahiran Palopo ini juga menyoroti soal durasi fit and proper test yang dilakukan hanya sekitar 10 menit.
“Saya wawancara beberapa peserta, wawancaranya hanya sekitar sepuluh menit. Itu tidak cukup. Tapi yang lebih riskan itu karena dilakukan secara tertutup,” jelasnya.
Kekeliruan selanjutnya terkait pengumuman nama-nama hasil seleksi yang dilakukan langsung oleh Komisi A DPRD Sulsel.
“Ini mengundang kecurigaan adanya peta konflik antara Komisi A dan pimpinan DPRD Sulsel,” tandasnya. (selfi/fajar)