FAJAR.CO.ID, BANDUNG -- Membangun sistem pengelolaan air hujan di lahan pribadi menjadi solusi inovatif untuk mengatasi banjir.
Perubahan Bandung dari masa ke masa, seperti yang digambarkan oleh penyanyi Doel Sumbang dalam lagunya "Bandung Kusta", memang menjadi cermin bagi banyak kota besar di Indonesia, bahkan mungkin sekarang juga berlaku untuk kabupaten-kabupaten penyangga.
Dengan pertumbuhan yang pesat, lahan terbuka hijau semakin berkurang, dan ini berdampak pada peningkatan risiko bencana alam, terutama banjir. Kota Bandung, misalnya, mengalami peningkatan jumlah banjir dari waktu ke waktu.
Untuk mengatasi masalah ini, solusi yang diperlukan adalah mengembalikan daya resap tanah untuk menyerap air hujan, meskipun lahan tersebut telah dibangun dengan berbagai bangunan.
Hadi Nurtjahjo, seorang warga di Bandung Timur, telah mengambil inisiatif untuk membangun sistem pengelolaan air hujan yang efektif di lahan pribadinya.
Menurut Hadi, dengan pola rekayasa teknik yang dilakukan, lahannya memungkinkan memiliki daya resap plus kelolaan air hujan yang turun sampai 100 persen, hingga tidak ada limpasan air yang ke luar dari rumahnya, atau zero run-off.
Di atas lahan seluas 220 meter persegi di kawasan Jalan Sembrani yang kini di atasnya telah dibangun rumah tinggal itu, Hadi membangun rumah dua lantai, yang memakan sekitar 60 sampai 70 persen luas lahan tersebut.
Dengan dua ruang terbuka yang dijadikan taman di bagian depan dan belakangnya, rumah bercat merah jambu tersebut, dari luar memang terlihat beda dibandingkan rumah-rumah tetangganya.
Perbedaan itu terletak pada bagian atapnya, di mana tetangga sekelilingnya memakai bentuk limas yang sisi jalur airnya ke arah luar bangunan, Hadi membuat atap rumahnya dicondongkan ke tengah bangunan di atas lantai dua tanpa talang.
Hal tersebut, untuk membuat air hujan yang ada di atap, terpusat di atas tengah bangunan yang dibuat memungkinkan untuk menampung air agar tidak tumpah ke bawah, kemudian disalurkannya ke tangki-tangki yang ada di halaman depan untuk menjalani tugas selanjutnya.
"Jadi saya menggunakan konsep Rain Water Harvest (Panen Air Hujan) dengan titik kuncinya adalah atap yang terpusat. Dengan sistem ini, saya bisa katakan bahwa tidak ada setitik pun air dari limpasan hujan ke luar dari rumah saya, yang artinya ini memiliki fungsi konservasi air tanah," ujar Hadi, dikutip dari ANTARA.
Dengan konsep Rain Water Harvesting, dia berhasil menciptakan rumah tanpa limpasan air, atau zero run-off, bahkan menggunakan kembali air hujan untuk keperluan sanitasi.
Melalui penggunaan teknik rekayasa yang cermat, lahan Hadi memiliki daya resap dan kelolaan air hujan yang optimal, dengan memanfaatkan atap rumah untuk menampung dan menyaring air hujan, serta mengalirkannya ke tangki-tangki bawah tanah untuk digunakan kembali.
Di samping itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga telah menginisiasi program "Hansip Cai" yang bertujuan untuk menahan, menyimpan, dan mencadangkan air hujan sebagai bagian dari mitigasi banjir.
Namun, untuk mencapai hasil yang nyata dalam mengatasi masalah banjir, diperlukan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan pengembang. Regulasi yang mendukung, insentif bagi penerapan sistem pengelolaan air hujan, dan kesadaran akan pentingnya konservasi air merupakan langkah awal yang penting.
Dengan kerja sama yang kuat dan komitmen yang tinggi, masalah banjir di kota-kota besar seperti Bandung dapat diatasi secara efektif, sesuai dengan semangat kolaborasi yang digambarkan oleh Doel Sumbang dalam lagunya. (*)