FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Muhammad Said Didu ikut memberikan komentarnya terkait Uang Kuliah Tinggi (UKT) yang dianggap tinggi dan menyulitkan mahasiswa kurang mampu.
Menariknya, Kemendikbudristek justru menyebutkan bahwa biaya UKT tinggi karena pendidikan tinggi dianggap sebagai kebutuhan tersier.
Merespons hal tersebut, Said Didu memberikan perbandingan UKT Institut Pertanian Bogor (ITB) pada 1982 dengan 2024.
"Bu Tjitjik Setditjen Dikti Kemendikbud agar paham perbandingan," ujar Said Didu dalam keterangannya di aplikasi X @msaid_didu (18/5/2024).
Diceritakan lulusan ITB asal Pinrang ini, biaya UTK pada 1982 hanya Rp17.500 per semester.
"Kuliah di IPB tahun 82, SPP Rp 17.500 per semester. Dapat beasiswa supersemar, Rp 90 ribu per semester," lanjutnya.
Sementara diungkapkan Said Didu, gaji PNS sarjana baru kala itu (III/a) berada di angka R75 ribu perbulan.
"Sekarang UKT Rp15 sampai 52 juta, gaji PNS III/a Rp 4,5 juta perbulan," tandasnya.
Sebelumnya, Kemendikbudristek memberikan penjelasan terkait ramainya kritikan mahasiswa mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai mahal.
Menurut Kemendikbudristek, pengaturan biaya di perguruan tinggi tetap diperlukan karena biaya pendidikan tinggi tidak dapat digratiskan.
Hal itu diungkapkan Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri yang digelar di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).