FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR RI, Nuroji, menilai bahwa pernyataan mengenai pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier perlu dikoreksi agar tidak salah dipahami oleh masyarakat Indonesia.
"Ini saya rasa perlu dikoreksi," kata Nuroji dalam Rapat Kerja Komisi X DPR RI dengan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, dikutip dari ANTARA.
Menurut Nuroji, pernyataan tersebut dapat memberikan kesan kepada masyarakat bahwa pendidikan tinggi bukanlah sesuatu yang penting. Hal ini merespons pernyataan Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbudristek, Tjitjik Sri Tjahjandarie, yang mengklasifikasikan perguruan tinggi sebagai kebutuhan tersier dan menyatakan bahwa pendidikan tinggi merupakan pilihan, bukan kewajiban.
Nuroji menekankan bahwa UUD 1945 menjamin hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan. Pasal 28C UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya demi meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan umat manusia.
Sebelumnya, Tjitjik Sri Tjahjandarie menyatakan bahwa perguruan tinggi termasuk dalam klasifikasi pendidikan tersier, yang berarti tidak wajib diikuti oleh semua lulusan sekolah menengah. "Pendidikan tinggi ini adalah tertiary education. Jadi bukan wajib belajar," kata Tjitjik dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri di Kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (15/5).