FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Kalau Anda tidak paham apa itu sandwich generation, kisah Bunda Meta adalah cerita yang baik untuk mengetahuinya.
Nama lengkapnya Nasrayani, perempuan 34 tahun yang menafkahi orang tuanya, anaknya, dan dirinya sendiri dari bekerja sebagai pengemudi ojek online Grab dan kepala sekolah Taman Kanak-kanak.
“Saya ini adalah penanggung jawab keluarga, dan tidak ada yang bisa melakukan ini untuk saya,” kata Bunda Meta kepada fajar.co.id melalui Zoom, Jumat, 24 Mei 2024.
Ceritanya sebagai mitra driver Grab bermula pada 2022. Saat itu, pandemi COVID-19 menghantam perekonomian di Indonesia.
Masa paceklik itu membuatnya kehilangan pekerjaan sebagai marketing supervisor di kantor sebelumnya. Perekonomiannya turut runtuh, ia mesti cuti sebagai mahasiswa di Sekolah Tinggi Agama Islam Algazali, Bulukumba.
“Boro-boro lanjut kuliah, makan saja harus utang dengan keluarga,” ucapnya.
Sebagai tulang punggung keluarga, ia memutar otak. Terbersitlah di kepalanya untuk menjadi pengemudi ojek online.
“Saya tidak punya pilihan lain,” kata Bunda Meta. “Saya butuh biaya hidup. Ini jalan saya untuk bisa makan dulu.”
Sejak saat itu, Bunda Meta melakukan aktivitas sehari-hari sebagai pengemudi ojek online. Tiap hari selepas salat Subuh, ia mulai mengaktifkan aplikasinya. Lalu berhenti pada pukul 11 atau 12 malam.
“Bisa 18-20 jam (waktu kerja) kalau hari libur. Pagi sampai tengah malam,” ucapnya.
Sebagai perempuan, ia mengaku identitasnya itu cukup mengganggu pekerjaannya. Penumpang laki-laki kadang enggan menumpangi ojeknya hanya karena dia perempuan.
Kejadian itu bukan sekali dua kali. Hampir tiap hari, dan berkali-kali.
“Kadang kita di-cancel tiga kali sehari oleh pelanggan laki-laki,” tuturnya, lirih.
Tidak sampai di situ, ia menyadari perempuan kerap dilekatkan pada stigma "perempuan nakal" jika selalu pulang malam. Apalagi, ia adalah orang tua tunggal.
“Saya tidak peduli dengan anggapan orang terhadap stigma negatif pada saya,” ucapnya.
“Kalau saya dengar semua kata negatif nanti saya down sendiri. Sementara saya tidak punya seseorang yang bisa mendengar saya secara langsung.”
Bunda Meta melawan stigma itu!
Tiap pagi, Bunda Meta bangun dengan mantra, “Saya adalah orang yang bertanggung jawab pada keluarga dan diri saya sendiri.” Itu adalah kekuatannya menjadi gigih dan konsisten. Itu jugalah yang membawanya pada nasib-nasib baik.
Bekerja sebagai pengemudi ojek online membuat perekonomiannya perlahan pulih. Ia bisa menghidupi keluarganya dan kembali ke kampus melanjutkan studinya. November 2023, Bunda Meta berhasil lulus dengan nilai yang sangat memuaskan dan predikat cumlaude dengan IPK 3,6.
Di suatu hari yang terik, saat dia menjemput penumpang di salah satu sekolah menengah atas di sekitar Kantor Bupati Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, nasib baik kembali mendatanginya.
“Sebagai driver, waktu itu saya berusaha melakukan komunikasi. Saya lihat kondisinya keluar ruangan. Saya tiba-tiba bertanya, ibu bagaimana sih kalau kita mau mengajar? Kebetulan saya baru lulus,” ucapnya.
“Lulus di mana?” kata penumpang itu.
“Saya lulus Pendidikan Agama di STAI Al Gazali,” timpalnya.
Penumpang itu, kata Bunda Meta, lalu tiba-tiba menanyakan sesuatu yang tak disangkanya.
“Mau jadi kepala sekolah?” ucapnya menirukan pertanyaan penumpang tersebut.
“Saya kaget. Saya bilang begini, saya tidak ada kemampuan jadi kepala sekolah. Karena saya baru selesai. Mengajar pun pengalamanku cuma di (KKLP) Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional. Mikro teaching itu. Cuma 45 hari,” jelasnya.
Selanjutnya, Bunda Meta dan penumpangnya itu terus menjalin komunikasi. Lalu diminta sesegera mungkin melengkapi berkas untuk diajukan sebagai kepala sekolah Taman Kanak-kanak.
“Saya jalani. Tapi saya tidak tinggalkan pekerjaan saya sebagai driver,” tuturnya.
Sampai saat ini, Bunda Meta terus menjajaki pekerjaannya sebagai ojek online, sekaligus kepala sekolah, dan sebagai orang tua tunggal. Semua itu ia pikul dengan bangga. (Arya/Fajar)