Oleh: Desy Selviana
(Pustakawan)
Robert Wolter Monginsidi adalah tokoh pejuang. Dalam kamus hidupnya sejak kecil, dia tidak kenal istilah "tidak tahu". Nama panggilan kesayangan dirumahnya ialah Bote, dari Bahasa Bantik yang artinya "mari". Bote menguasai bahasa Belanda, Inggris, Jerman, dan Jepang dengan baik.
Wolter menjadi salah satu orang yang ikut dalam pembentukan Laskar Pemberontak Rakyat Indonesia Sulawesi (LAPRIS). Meskipun masih muda, keberanian dan kemampuan sudah teruji. Monginsidi tidak kenal takut dan menyerah melawan Belanda yang bersenjatakan lebih canggih. Ia seorang pemuda pemberani, teguh iman, disiplin, dan baik hati. Juga dia seorang berjiwa seni seperti halnya Bung Karno.
Ia pernah menulis sejumlah sajak. Sajak-sajak tersebut menyajikan konflik batin yang hebat, perjuangan jiwa saat menanti eksekusi; sajak-sajak religius serta sajak-sajak perjuangan yang penuh api kehidupan.
Tulisannya terlihat apik dan indah seperti halnya sebuah kata-kata mutiara dan memiliki makna yang terkandung dalam kata-kata itu, seperti “Lebih Baik Mati Berkalang Tanah daripada hidup terjajah oleh bangsa lain”. Pesan ini lebih bersifat sebagai suatu sumpah perjuangan. Sumpah ini sering diingatkan kepada kawan-kawan seperjuangan. Adapun pesan-perjuangan lainnya:
- Berani punya cita-cita harus berani menderita
- Semua tidak ada yang gampang tapi terlalu susah pun tak ada juga
- Belajarlah melihat kepahitan
- Jadilah pembela dari yang lemah
- Sedia berkorban untuk orang lain
- Musuh harus di cari
- Lebih baik menyerang daripada diserang
- Siapa mandi siapa basah
- Kekuatan batin banyak meneguhkan diri sendiri
Dalam hal sikap hidup dan kepribadiannya, seperti yang digelari Belanda kepadanya sebagai “type natur aliter in elligent” sopan tetapi berani dalam sikapnya terhadap perkara kriminal, dan seperti yang dikatakan oleh Jaksa, “Dat is pas een brave kerel” Itu baru dikatakan pemuda satria sejati dan seperti diakui oleh sersan Belanda yang ikut selaku eksekusi “Ik heb nooit in minjn leven zo’n brave kerel gezien” (belum pernah sepanjang hidup saya melihat orang sesatria dia). Wolter berani dan bersikap satria sejati dengan rela dan tabah menerima hukumannya, hingga dieksekusi regu tembak. Dalam Alkitab yang digenggam saat menghadapi eksekusi, terselip secarik kertas menggunakan potlot Parker “Setia Hingga Akhir di Dalam Keyakinan” beberapa menit sebelum ditembak mati di Tello, pada tanggal 5 September 1949 sekitar pukul 05.00 pagi.