FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Peraturan Pemerintah (PP) No 21 Tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) telah memicu kritik dari berbagai kalangan.
Pemerintah mewajibkan pekerja swasta untuk membayar iuran dari gaji atau upah mereka untuk Tapera, yang dianggap sebagai beban tambahan bagi para pekerja.
Dalam aturan tersebut, besaran simpanan peserta pekerja ditanggung bersama oleh pemberi kerja sebesar 0,5 persen dan pekerja sebesar 2,5 persen.
Untuk pekerja mandiri, dana kelolaan akan diatur langsung oleh Badan Pengelola (BP) Tapera.
Banyak pihak menyatakan keberatan atas kewajiban ini. Mereka berpendapat bahwa kebijakan ini menambah beban finansial bagi para pekerja swasta yang sudah harus menghadapi berbagai potongan dari penghasilan mereka.
Selain itu, beberapa kritik juga menyoroti kurangnya sosialisasi dan pemahaman mengenai manfaat dari program Tapera ini.
Salah satu kritik datang dari Pengamat Kebijakan Publik, Gigin Praginanto. Ia menyatakan, Tapera merupakan bagian dari upaya merampok rakyat.
"Tapera adalah perampokan uang dan hak pribadi rakyat," ujar Gigin dalam keterangannya di aplikasi X @giginpraginanto (30/5/2024).
Ditegaskan Gigin, pemerintah tidak memiliki hak untuk memaksa rakyat menabung untuk perumahan yang dimaksud.
"Tak ada hak pemerintah memaksa rakyatnya menabung untuk perumahan," cetusnya.
Tak tinggal diam, Gigin mengingatkan pemerintah bahwa tidak sedikit rakyat yang hidup pas-pasan hingga minus.
"Ingat, kebanyakan rakyat hidup pas-pasan bahkan minus sehingga banyak kebutuhan lebih mendesak daripada rumah," tandasnya.