FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Fenomena puisi esai telah menciptakan gelombang baru dalam dunia sastra Indonesia. Lebih dari seratus buku puisi esai telah diterbitkan, diikuti oleh puluhan kajian yang ditulis oleh kritikus sastra dalam dan luar negeri.
Penyair terkemuka dan kritikus sastra Agus R Sarjono mengemukakan, kehadiran puisi esai memunculkan perbincangan yang luas, bahkan melampaui hebohnya peristiwa sastra lainnya di Indonesia.
“Inilah yang membentuk fenomena baru dalam sastra Indonesia, Angkatan Puisi Esai,” bebernya dalam Festival Puisi Esai ASEAN ke-3 di Sabah, Malaysia, yang sepenuhnya didanai oleh pemerintah setempat.
Dia mengungkapkan bahwa setiap kali sebuah angkatan sastra diumumkan, itu selalu menjadi topik hangat. Angkatan Puisi Esai adalah tambahan terbaru dalam daftar angkatan sastra, setelah Angkatan 45, Angkatan 50, Angkatan 66, Angkatan 70, dan Angkatan 2000.
Dia merinci, Angkatan 45 oleh H.B. Jassin, “Angkatan Terbaru” dan kemudian “Angkatan 50” oleh Ajip Rosidi, “Angkatan 66” oleh H.B. Jassin, “Angkatan 70” oleh Abdul Hadi WM, dan Angkatan 2000 oleh Korrie Layun Rampan.
Perkembangan awal Angkatan Puisi Esai diawali dengan terbitnya buku "Atas Nama Cinta" karya Denny JA pada tahun 2012.
Buku ini berisi puisi dengan format yang unik, dikenal sebagai "puisi esai". Setelah itu, kumpulan buku puisi esai mulai bermunculan, semuanya dengan basis estetika yang serupa dan tema yang sering mengangkat isu-isu sosial dan politik.
“Di tahun 2012 muncul buku Atas Nama Cinta karya Denny JA. Sebuah buku “aneh” yang berisi puisi tapi bukan puisi, cerpen atau esai tapi berlarik-larik, bukan makalah tapi bercatatan kaki. Buku aneh ini oleh penulisnya disebut “puisi esai”. Setelah terbit buku puisi esai Atas Nama Cinta, bermunculan buku demi buku kumpulan puisi esai,” bebernya.