Di Sabah, Malaysia, gerakan puisi esai berkembang secara alami berkat ketertarikan dan keberanian Datuk Jasni Matlani.
Diam-diam namun meyakinkan, beber dia, puisi esai tumbuh pesat di Sabah dan meluas ke wilayah-wilayah lain di Malaysia, serta ke Brunei Darussalam, Thailand, dan Singapura.
Festival Puisi Esai pertama kali diselenggarakan di Sabah, dan kini telah mencapai edisi ketiga.
Menurut Agus R Sarjono, lahirnya Angkatan Puisi Esai dilengkapi dengan 4 buku antologi yang masing-masingnya tidak kurang dari 500 halaman.
Dia merinci, empat buku antologi tersebut adalah sebagai berikut, Angkatan Puisi Esai: Kelahiran dan Masa-masa Awal (2012-2015), Angkatan Puisi Esai: Menuju Indonesia (2016-2019), Angkatan Puisi Esai: Menuju Mancanegara (2020-2024), dan Angkatan Puisi Esai: Menuju Kritik Sastra Tempatan (2012-2024).
Berbeda dengan Angkatan Sastra sebelumnya, untuk pertama kali Angkatan Puisi Esai melengkapi diri dengan sebuah antologi kritik/bahasan/kajian.
Menurutnya, jumlah kritik, bahasan, atau kajian mengenai puisi esai cukup berlimpah dan ditulis oleh pakar dari beragam latar belakang, mulai dari sastrawan seperti Sapardi Djoko Damono, Sutardji Calzoum Bachri, Leon Agusta, Acep Zamzam Noor, Eka Budianta, Joko Pinurbo.
Tak hanya itu, bebernya, kajian dari Jamal D. Rahman, Nenden Lilis Aisyah, Hanna Fransisca, S.M. Zakir, dsb, intelektual seperti Ignas Kleden, Berthold Damshäuser, Jakob Sumardjo, maupun akademisi seperti Dr. Ramzah Danbul, Prof. Ayu Sutarto, Dr. Sunu Wasono, Prof. Madya Dr. Haji Ampuan Haji Tengah, dan lain-lain.