Angkatan Puisi Esai, Lahirnya Era Baru Sastra Indonesia

  • Bagikan
Penyair kawakan, Agus R. Sarjono saat menghadiri Festival Puisi Esai ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia yang diselenggarakan pada 5-9 Juni 2024.
Penyair kawakan, Agus R. Sarjono saat menghadiri Festival Puisi Esai ASEAN ke-3, di Sabah, Malaysia yang diselenggarakan pada 5-9 Juni 2024.

Dari sejumlah puisi esai terpilih di masing-masing periode itu dapat dilihat dengan jelas telah lahirnya secara meyakinkan Angkatan Puisi Esai dengan sejumlah alasan, antara lain:

Pertama, Genre dan bentuk, dilihat dari segi ini, semua puisi esai pada dasarnya memiliki bentuk dan unsur intrinsik yang kurang lebih sama (relatif panjang, bercerita, bercatatan kaki, berima, dsb.) yang dengan kesamaan bentuk tersebut menghasilkan keragaman tak terbatas dalam pencapaian estetik dan keunikan individu masing-masing penulis.

Kedua, Tema. Dilihat dari segi tema, puisi esai umumnya mengangkat tema anti diskriminasi, memberi suara pada kaum voiceless, serta mereka yang terpinggirkan dalam sejarah resmi. 

“Sejauh ini, keberagaman dan kekayaan tematik puisi esai sangatlah berlimpah hingga banyak tema yang diangkatnya belum pernah ditulis dalam sastra Indonesia,” ujar dia. 

Ketiga, Penceritaan (naratologi). Puisi esai dalam sebuah teknik penceritaan dengan kehadiran tokoh, konflik, struktur dramatic, dan semacam klimak, baik berdasar struktur dramatik Aristotelian maupun struktur naratif Todorov, Joseph Campbell, dan sebagainya.

Keempat, adanya catatan kaki. Catatan kaki adalah salah satu unsur wajib sekaligus kekhasan puisi esai. 

“Catatan kaki berfungsi sebagai jangkar faktual atas fiksionalitas puisi esai, maupun berfungsi sebagai the other voice dan contrapuntal bagi bangun puisi esai,” urainya. 

Kelima,  lahir dari moment besar dan ingatan kolektif bersama, yakni reformasi Indonesia dengan segala harapan maupun ekses diskriminatifnya. 

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan