Dokter: Tidak Semua Penderita Jantung Koroner Perlu Pemasangan Stent

  • Bagikan
Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah lulusan Universitas Indonesia (UI) dr. Yahya Berkahanto Juwana, Sp. J. P, Subsp. K. I. (K), Ph.D, FIHA dalam diskusi "Kapan Pemasangan Stent Dilakukan pada Penyakit Jantung Koroner?" yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (19/6/2024). (ANTARA/Adimas Raditya)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah lulusan Universitas Indonesia (UI), dr. Yahya Berkahanto Juwana, Sp. J. P, Subsp. K. I. (K), Ph.D, FIHA, menyatakan bahwa tidak semua penderita penyakit jantung koroner memerlukan pemasangan ring (stent) jantung.

Dalam diskusi media di Jakarta, Rabu (19/6/2024), Yahya menegaskan bahwa penderita yang stabil mungkin hanya memerlukan pengobatan.

"Tidak setiap penyakit jantung koroner perlu pemasangan stent. Pada penderita yang stabil mungkin hanya diberi obat-obatan," kata Yahya dalam diskusi media di Jakarta, Rabu, dikutip dari ANTARA.

Yahya menjelaskan bahwa penyakit jantung koroner (PJK) terjadi akibat adanya plak aterosklerosis yang menumpuk dan tumbuh secara bertahap di dalam dinding arteri, menyebabkan penyempitan pembuluh darah.

Pada kondisi tertentu, plak dapat pecah dan memicu pembentukan gumpalan darah yang menyumbat pembuluh darah sepenuhnya, mengganggu aliran darah normal, dan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti serangan jantung dan stroke.

Penanganan penyumbatan pembuluh darah dapat melibatkan berbagai metode, tergantung pada tingkat keparahan sumbatan dan lokasi sumbatan. Pemasangan stent atau ring jantung menjadi solusi efektif untuk mengatasi penyumbatan pembuluh darah, namun tindakan ini hanya dilakukan jika terapi pengobatan tidak membantu.

"Selain terapi pengobatan, untuk menangani penyakit jantung stabil atau kronis juga dapat dilakukan dengan gaya hidup sehat," ujarnya.

Gejala serangan jantung koroner, menurut Yahya, biasanya berupa nyeri dada seperti ditusuk, terbakar, ditekan, atau diperas, serta sesak napas dan napas berat yang bisa menjalar ke perut, lengan, leher, atau rahang, baik saat beristirahat maupun beraktivitas. Tingkat gejala ini bervariasi antara pasien satu dengan lainnya.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan