FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, dr. Imran Pambudi, MPHM, menekankan bahwa kewaspadaan orang tua menjadi kunci keberhasilan dalam penanganan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) pada anak-anak.
Menurut Imran, orang tua perlu memahami perubahan yang dialami anak agar penanganan medis dapat segera dilakukan untuk mencegah fatalitas.
"Orang tua itu harus paham betul sama anaknya, kadang dia tidak bisa mengungkapkan sakitnya apa. Padahal dalam diagnosis dokter sering mengandalkan anamnesis (wawancara medis). Lewat wawancara penyakit bisa terjawab dan tidak harus menggunakan hasil laboratorium. Dengan pertanyaan hampir 60 persen bisa diduga. Sehingga ketika anak DBD orang tua harus tahu kondisi anaknya," ujar Imran dalam diskusi di Jakarta, Minggu, dikutip dari ANTARA.
Data Kementerian Kesehatan per 5 Mei 2024 menunjukkan bahwa dalam distribusi kasus DBD sesuai kelompok umur selama tiga tahun terakhir (2022-2024), kasus DBD paling banyak ditemukan pada kelompok umur 15-44 tahun dengan persentase 43 persen dari seluruh kelompok umur.
Namun, dari distribusi kematian DBD sesuai kelompok umur selama tujuh tahun terakhir, kematian akibat DBD paling banyak terjadi pada kelompok umur 5-14 tahun dengan persentase 53 persen dari seluruh kelompok umur.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun DBD banyak menjangkiti kelompok usia produktif, fatalitasnya paling banyak terjadi pada anak-anak usia 5-14 tahun.
Imran menjelaskan bahwa kematian pada anak-anak akibat DBD disebabkan oleh imunitas anak yang tidak sebaik kelompok usia produktif. Selain itu, gejala perburukan sering sulit ditemukan pada anak yang mengalami DBD karena mereka tidak dapat mendeskripsikan gejala yang dialaminya, sehingga sering kali anak sudah dalam kondisi kritis ketika dibawa ke dokter.
Oleh karena itu, ketika anak terlihat mengalami gejala DBD atau sudah terdiagnosis DBD, orang tua atau pihak yang merawat anak harus berkomunikasi intens dengan anak mengenai perubahan dan gejala yang dirasakan.
"Sering kali ditemukan di Jakarta, yang mengurus anak adalah baby sitter. Ketika anak sakit, yang membawa ke dokter adalah orang tuanya tapi mereka tidak tahu kondisi anak. Sementara baby sitter yang paling tahu kondisi anak malah tetap tinggal di rumah. Jadi, sangat penting komunikasi dibangun antara orang tua dan yang merawat anak di rumah untuk mengetahui kondisi anaknya," kata Imran.
Beberapa gejala perburukan DBD yang perlu diperhatikan oleh orang tua antara lain tidak ada perbaikan kondisi setelah suhu tubuh menurun, anak terus menolak makan dan minum, nyeri perut hebat, lemah, lesu, hingga anak ingin terus tidur.
Selain itu, perubahan perilaku seperti marah-marah, terlihat pucat, tangan dan kaki dingin, perdarahan, dan tidak buang air kecil lebih dari 4-6 jam juga perlu diwaspadai. (*)