Ekosistem kendaraan listrik menurut Fahmy harus terorganisir dengan baik. Dan semua itu harus tersedia di dalam negeri, mengingat Indonesia punya cadangan nikel yang sangat besar dan harus dimaksimalkan. Kehadiran pabrik kendaraan listrik juga bisa menyerap banyak tenaga kerja.
"Secara umum progres dan kesiapan sudah cukup baik ya. Tinggal bagaimana membangun manufakturnya. Potensi Indonesia untuk menguasai pasar kendaraan listrik sangat besar, ini harus benar-benar dimaksimalkan," katanya.
Senada, pengamat ekonomi dari Unika Atma Jaya Rosdiana Sijabat mengapresiasi gerak cepat Bahlil Lahadalia yang sudah berhasil mendatangkan investor asing dari Korea Selatan, yakni PT Hyundai LG Indonesia (HLI) Green Power untuk berinvestasi di Indonesia. Apalagi, saat ini Indonesia telah menerapkan sistem baterai yang terintegrasi dari hulu sampai hilir.
“Kita apresiasi Pak Menteri (Bahlil) ya. Memang pemerintah kita gencar untuk mengembangkan kendaraan listrik berbasis baterai, tentu yang kita harus bangun adalah ekosistemnya, mau tidak mau tetapi kita bisa melihat bahwa kalau dari sisi keberadaan mobil listrik di seluruh dunia, itu tentu kita belum masuk di dalam listnya,” bebernya.
Rosdiana berharap diresmikannya pabrik itu bisa menjadi penanda dimulainya Indonesia untuk ikut bersaing dan menjadi negara produsen kendaraan listrik.
“Jadi mobil listrik yang ada di seluruh dunia ini bisa dikatakan itu masih didominasi oleh Cina di atas 50%, mobil listrik maupun yang hybrid itu dikuasai oleh Cina, kemudian negara-negara lain yang umumnya adalah negara-negara maju seperti Amerika, Jerman, Inggris dan Perancis itu negara-negara yang memiliki peredaran mobil listrik terbanyak di negaranya,” urainya.