Terkikisnya Keadilan Akademik

  • Bagikan
Dr Iqbal Mochtar (Pengurus PB IDI dan Ketua Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa)

Oleh: Dr Iqbal Mochtar

Ada berita mengejutkan. Tiba-tiba saja Dekan FK Unair, Prof Budi Santoso, dicopot jabatannya oleh Rektor Unair. Penyebabnya : Prof Budi dengan tegas menyatakan penolakannya terhadap narasi Kemenkes yang mau mendatangkan dokter asing. Pendapat Prof Budi : 92 fakultas kedokteran di tanah air mampu memenuhi kebutuhan dokter berkualitas tanah air.

Sebenarnya tidak ada yang aneh dari pendapat Prof Budi itu. Sebagai seorang guru besar yang bergelut puluhan tahun dibidang kedokteran, ia paham lekak-lekuk sketsa perdokteran tanah air.

Tapi rupanya Rektor punya alasan lain. Menurutnya, tidak dibenarkan pejabat institusi berpendapat melenceng dari pandangan pemerintah. Jadi alasan pemberhentian jelas : pandangan Prof Budi tidak sebangun dengan pandangan pemerintah.

Alasan pemberhentian menjadi tidak berbasis dan tidak rasional. Peraturan Pemerintah No 20/2014 dengan gamblang menyebutkan bahwa dekan dan wakil dekan hanya bisa diberhentikan bila berakhir masa jabatan, meninggal, mengundurkan diri, sakit, cuti atau dipidana penjara. Tidak ada pasal perbedaan pendapat. Artinya, Rektor menabrak aturan. Menabrak Peraturan Pemerintah. Nama lainnya, arogan.

Kasus bertema senada juga menimpa Prof Zainal Muttaqin tahun lalu. Ia diberhentikan sebagai staf klinis RS Kariadi. Meski alasan pemberhentiannya diutak atik sedemikian rupa, orang tahu bahwa dasarnya adalah karena Prof Zainal sering kritis dan beda pendapat dengan Kemenkes. Ia sangat kritis dengah UU Kesehatan 17/2023.

Dua contoh di atas menunjukkan dua hal serius.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan