Terkikisnya Keadilan Akademik

  • Bagikan
Dr Iqbal Mochtar (Pengurus PB IDI dan Ketua Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa)

Mestinya pemerintah dan institusi terkait mendengar pendapat dan masukan mereka. Dijadikan bahan pertimbangan alternatif dan bila perlu diakomodasi. Pokok-pokok pikiran mereka bebas dari kepentingan tip proyek, dagang alat kesehatan atas bisnis farmasi. Mereka bukan kaum pragmatis, juga bukan blind loyalist. Mereka berkata apa adanya; bila benar dikatakan benar dan salah dikatakan salah. Integritas keilmiahannya tidak diragukan. Mestinya ketika mereka memiliki pandangan berbeda, mereka diajak diskusi atau debat secara ilmiah. Diberi kesempatan berargumen secara bertanggungjawab. Bukan dicopot secara arogan karena kepentingan junjungan. Perguruan tinggi bukan dunia mafia.

Rektor sejatinya paham bahwa perguruan tinggi menjunjung tinggi prinsip kebebasan akademik (academic freedom). Ini mencakup kebebasan mengajar, belajar, meneliti, dan mengemukakan pendapat tanpa takut represi atau sanksi.

Juga kebebasan berpendapat (freedom of speech). Perguruan tinggi harus menjadi tempat dimana berbagai pandangan dapat diungkapkan dan didiskusikan secara terbuka. Tempat menguji perbedaan pendapat.

Juga tidak kalah penting adalah prinsip penghargaan terhadap perbedaan pendapat (respect for diverse opinions). Perguruan tinggi harus menghargai dan mengapresiasi perbedaan pendapat. Ini termasuk menciptakan lingkungan inklusif di mana setiap individu merasa dihargai dan diterima, terlepas dari latar belakang atau pandangan mereka.

Sebagai pemimpin kampus, rektor mestinya hapal mati prinsip ini. Dan mengimplementasikannya secara imparsial. Jangan justru melabrak prinsip ini. Jangan mengikis keadilan akademik dengan arogansi. Itu namanya cemen.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan