Syamsul Bachrie, Guru yang Bijaksana

  • Bagikan
Fajlurrahman Jurdi.

Jenis jabatan yang di isi dalam Pemilu adalah jenis jabatan politik, yang memiliki intensi politik yang cukup kuat. Di dalam pemilu, gesekan kepentingan dan kejahatan Pemilu tidak terhindarkan. Sementara, muara dari semua jenis pelanggaran dalam Pemilu diadili di MK. Itulah sebabnya, relasi kuasa politik MK dalam mengadil perselisihan halim Pemilu sangat kuat.

Kelima, selain empat kewenangan diatas, terdapat satu kewajiban MK, yakni;  ”Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat Dewan Perwaklian Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut Undang-Undang Dasar”.

Kewenangan ini juga memiliki relasi kuasa yang kuat dengan sejumlah lembaga negara. Kita bisa bayangkan, bagaimana MK dapat bertahan dalam prinsip imparsialitasnya, sementara yang diadili adalah jabatan presiden. Presiden dalam sistem presidensial adalah pemegang kekuasaan kepala pemerintahan dan kepala negara sekaligus. Dua rumusan  kekuasaan yang ‘maha besar’, melekat dalam satu jenis jabatan. Disamping itu, DPR sebagai kekuatan politik yang plural dan besar juga harus bisa diyakinkan.

Maka, tafsir hukum hakim MK harus melampaui kepentingan material, ia harus terus mencari hakikat tafsir itu melalui pendekatan transendetal. Bagi saya, hakim MK sebagai representasi separuh kaki Tuhan di Bumi, harus mampu melampaui kekuasaan manusia. Mereka harus mendekat kepada “yang adi kuasa”, dan yang “adi kuasa” itulah Tuhan. Dengan demikian, anasir politik dikurangi, dan pertimbangan prinsip konstitusionalisme harus dikedepankan. Jika tidak, putusannya akan memicu perang antara anak bangsa, sebab perebutan kekuasaan tidak akan segan menelan tumbal.

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan