“Lebih jauh, hasil perhitungan berdasarkan secondary data ini juga tidak dapat diberikan kepada pihak eksportir untuk dikonfirmasi dan diklaim oleh KADI sebagai data rahasia, sehingga tidak ada kesempatan untuk melakukan pembelaan,” sesalnya.
Lanjut Antonius, saat penyampaian petisi anti dumping ubin keramik, pihak yang mengajukan petisi hanya 26% dari total produsen dalam negeri yang mana dianggap kurang representatif atau tidak dapat dianggap mewakili mayoritas produsen keramik. Lagi pula kata Antonius, dalam laporan keuangan yang diterbitkan produsen keramik malah mencatatkan keuntungan bukan rugi sebagaimana yang dituduhkan ASAKI.
“Artinya 74 %lainnya tidak terpengaruh dengan impor, di samping itu dalam laporan keuangan audit perusahaan tbk produsen lokal semua mencatat keuntungan dengan tingkat profit 35% ke atas. Ditambah dalam 2 tahun belakangan ini banyak pabrik dalam negeri melakukan investasi pembangunan pabrik besar besaran. Pertanyaannya jika memang rugi, bagaimana bisa bangun pabrik?,” ucapnya.
Selain itu, Antonius juga mengkritisi hasil penyelidikan KADI yang mengatakan bahwa ada 6 pabrik keramik di dalam negeri yang tutup akibat impor ubin kerami dari China.
“Bahwa ASAKI dalam public hearing menyampaikan bahwa ada 6 pabrik keramik dalam negeri yang tutup, dan melakukan PHK karyawan sebanyak150.000 orang. Kami memohon agar KADI dapat memverifikasi pertama pabrik-pabrik mana saja yang tutup, dan kedua apakah pabrik-pabrik tersebut memproduksi produk ubin keramik body merah atau ubin porselen body putih?,” ucapnya.