Pilgub Sulsel Mengarah Kotak Kosong, Pengamat: Tidak Ada Jaminan Menang

  • Bagikan
Ilustrasi Pilgub Sulsel 2024

FAJAR.CO.ID, MAKASSAR -- Wacana kotak kosong menguat jelang Pilgub Sulsel. Paslon Sudirman-Fatma disebut memborong sebagai besar partai. Itu dipertegas ketika Gerindra disebut-sebut memutuskan mengusung adik Menteri Pertanian tersebut. Setelah sebelumnya berhasil mengamankan rekomendasi Demokrat.

Keputusan Gerindra yang menguat mengusung Sudirman-Fatma disebut bakal diikuti koalisi Indonesia maju (KIM) sebut saja PAN dan Golkar.

Sementara itu, NasDem sebagai partai pemenang di Sulsel dengan 17 kursi hampir pasti mengusung Sudirman-Fatma setelah Ketua DPW NasDem Sulsel Rusdi Masse pertama kali mengumumkan paket tersebut.

Salah satu bakal calon Gubernur yang paling mendekati arena Pilgub adalah Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto yang telah mengamankan PDIP 6 kursi dan PPP 8 kursi.

PKS hampir pasti ke Sudirman-Fatma yang diketahui mempunyai kedekatan dengan orang Haji Isam yang mempunya hubungan keluarga dengan Sudirman. Otomatis sisa PKB yang belum menentukan sikap. Jika memutuskan ke paket Sudirman-Fatma, maka pentas Pilgub Sulsel dipastikan hanya diikuti satu Paslon.

Pengamat politik Universitas Hasanuddin, Sukri Tamma mengatakan jika usungan parpol saat ini tidak bakal berubah meskipun belum ada keputusan KPU. Sukri Tamma menyebut dinamika menuju Pilgub Sulsel makin dinamis meskipun mulai mengerucut, apalagi komposisi saat ini mengarah ke kotak kosong atau dua pasangan.

"Kalau melihat kecenderungannya, meskipun hasil akhir nanti finalnya adalah ketika sudah mendaftar dan ditetapkan oleh KPU," kata Sukri Tamma.

Menurutnya Parpol masih sangat kemungkinan berubah meskipun tentu kecenderungannya kecil karena mulai mengerucut. Meskipun begitu, Sukri Tamma menegaskan jika pun Pilgub Sulsel mengarah ke kotak kosong hal itu tidak menjamin kemenangan bagi Paslon yang bertarung.

Sukri berkaca pada Pilwalkot Makassar 2018 lalu. Di mana kotak kosong berhasil mengalahkan Paslon Munafri Arifuddin dan Andi Rachmatika Dewi.

"Jika kemudian satu calon lawan kotak kosong yang jadi, maka belum tentu jadi pemenang, karena Makassar paling tidak memberikan contoh bagaimana kemudian calon tunggal dikalahkan oleh kotak kosong," bebernya.

Misalnya di Pilgub Sulsel skema kotak kosong, Sukri Tamma menegaskan itu belum jaminan menang, meskipun tidak ada lawan yang akan mengcounter apapun yang dilakukan kandidat yang bertarung.

"Tetapi sekali lagi Makassar mengajarkan bahwa hak seperti itu menimbulkan sentimen masyarakat tertentu yang barangkali dengan kotak kosong yang kemudian menumbuhkan rasa kebersamaan "memberikan perlawanan" dari kotak kosong,"ujarnya.

Meskipun kata dia, apa yang terjadi di Makassar dulu bukan dipengaruhi satu alasan saja, ada gerakan yang menginisiasi kemudian dan ada kelompok mengambil keuntungan dalam mendukung kotak kosong tersebut.

Apalagi saat sentimen masyarakat menuju kotak kosong ada beberapa dinamika yang sebelumnya terjadi, seperti pembatalan PTUN waktu itu pasangan Danny Indira yang terbukti bersalah.

"Tetapi ada dinamika sebelumnya yang membuat barangkali waktu itu pendukung pasangan kemudian merasa kecewa dan mencoba untuk mengakumulasi kekecewaan itu dan merepresentasikan pilihan untuk kotak kosong," jelasnya.

Namun Sukri Tamma mengatakan jika hal itu kembali ke masyarakat, termasuk isu yang berkembang siapa yang menginisiasi untuk memilih kotak kosong daripada kandidat yang ada.

"Jadi berdasarkan ini kalau kita melihat Pilgub hanya memunculkan satu kandidat saja, maka itu tadi bukan jaminan untuk menang bahwa otomatis akan menang karena sekali lagi Pilwalkot Makassar memberikan pelajaran untuk itu," pungkasnya. (Ikbal/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan