Biografi Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Dibunuh Israel: Lahir di Kamp Pengungsi

  • Bagikan
Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas (int)

FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Baru-baru ini, umat Muslim di seluruh dunia dikejutkan oleh kabar meninggalnya Ismail Haniyeh, seorang tokoh penting dalam pergerakan politik Palestina.

Haniyeh, yang dikenal sebagai pemimpin Harakat al-Muqawama al-Islamiya (Hamas), meninggal dunia pada 31 Juli 2024, di Teheran, Iran, setelah menghadiri pelantikan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.

Menurut informasi yang beredar, ia tewas akibat serangan rudal yang diduga kuat berasal dari Israel.

Biografi Singkat Ismail Haniyeh

Ismail Abdulsalam Ahmed Haniyeh adalah seorang tokoh politik Palestina yang lahir pada 29 Januari 1963, di kamp pengungsi Al-Shati di Jalur Gaza.

Ia dikenal sebagai pemimpin terkemuka dari gerakan Hamas dan telah memegang berbagai posisi penting di dalam organisasi tersebut.

Pendidikan dan Awal Karier

Haniyeh menamatkan pendidikan menengah di Gaza sebelum melanjutkan ke Universitas Islam Gaza, di mana ia meraih gelar dalam bidang Sastra Arab pada tahun 1987.

Selama masa kuliahnya, ia aktif dalam kegiatan politik dan terlibat dalam gerakan perlawanan Palestina.

Setelah lulus, ia menjadi salah satu pendiri dan pemimpin mahasiswa di universitas itu.

Karier Politik dan Kepemimpinan

Pada tahun 1989, Haniyeh ditangkap oleh otoritas Israel dan dipenjara selama tiga tahun.

Setelah dibebaskan, ia terus terlibat aktif dalam kegiatan politik dan menjadi salah satu tokoh utama Hamas di Gaza.

Pada tahun 2006, Haniyeh terpilih sebagai Perdana Menteri Palestina setelah Hamas memenangkan pemilihan legislatif.

Namun, karena ketegangan antara Hamas dan Fatah, pemerintahannya tidak diakui secara luas oleh komunitas internasional.

Ia kemudian diberhentikan oleh Presiden Mahmoud Abbas pada tahun 2007. Meski demikian, ia terus memegang kekuasaan di Gaza.

Pada 2017 lalu, Haniyeh terpilih sebagai Ketua Biro Politik Hamas, menggantikan Khaled Meshaal.

Dalam kapasitas ini, ia memainkan peran penting dalam menentukan arah dan kebijakan Hamas, serta terlibat dalam hubungan internasional terkait isu-isu Palestina.

Tragedi Keluarga

Haniyeh mengalami banyak tragedi keluarga akibat konflik yang berlangsung di Gaza. Seperti pada Oktober 2023, empat belas anggota keluarganya tewas dalam serangan udara Israel di rumah keluarganya di Kota Gaza.

Tragedi ini termasuk kehilangan saudara laki-laki dan keponakannya. Selama bulan-bulan berikutnya, ia kehilangan beberapa anggota keluarga lainnya, termasuk cucu dan putranya, akibat serangan udara Israel di Jalur Gaza.

Kematian

Ismail Haniyeh gugur pada tanggal 31 Juli 2024, di Teheran, Iran, setelah menghadiri pelantikan Presiden Iran, Masoud Pezeshkian.

Ia tewas akibat serangan rudal yang diduga kuat diluncurkan oleh Israel. Peristiwa ini menandai akhir dari kehidupan seorang tokoh yang memiliki pengaruh besar dalam politik Palestina dan konflik Israel-Palestina.

Ucapan Belasungkawa dari Tokoh Indonesia

Mantan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla turut merasa kehilangan atas meninggalnya Ismail Haniyeh.

Ia bahkan dijadwalkan akan hadir langsung di pemakaman pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh.

Disebutkan kehadiran Jusuf Kalla di pemakaman ini sebagai perwakilan dari Indonesia.

"Innalillahi wainnailaihi raji'un. Saya sampaikan belasungkawa atas wafatnya almarhum Ismail Haniyeh hari ini," kata Jusuf Kalla.

Bagi JK sapaan akrabnya, sosok Haniyeh adalah seseorang dengan jiwa kepemimpinan yang kuat bagi Palestina dan Tahera.

"Ia memiliki kepemimpinan yang kuat di Palestina dan Teheran," tambah JK.

JK kembali mengenang momen pertemuannya dengan Haniyah di Doha, Qatar pada 12 Juli 2024 lalu.

Dalam pertemuan mereka, JK memaparkan bagaimana saat ini seluruh perhatian dunia mengarah ke Gaza.

Tidak hanya itu, melalui pertemuan selama dua jam itu, JK juga menyampaikan kepada mendiang bagaimana sulitnya pendistribusian bantuan ke Palestina akibat blokade Israel.

JK juga menjadi saksi bagaimana Haniyeh memiliki keinginan kuat untuk bersatu dengan Al-Fatah di Beijing dan ingin sekali ke Indonesia bersama Al-Fatah setelah dari Tiongkok.

"Namun, hari ini Allah memanggilnya. Kita berharap cita-cita beliau untuk perdamaian di Palestina dapat tercapai meskipun konflik di sana sangat hebat. Kita berdoa semoga arwah beliau diterima di sisi Allah Swt dan kedamaian dapat tercapai di Palestina," kuncinya.

(Muhsin/fajar)

Dapatkan berita terupdate dari FAJAR di:
  • Bagikan