"Kalau saya jadi seorang Tommy Soeharto, saya akan berani dan maju, demi menjaga muruah keluarga dan nama baik bapaknya yang sudah mendirikan Partai Golkar dan membesarkannya,” ujar Prof Gde Pantja. Prof Gde Pantja lantas menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Menurut dia, kemunculan Mega di panggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Mega dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.
"Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya kuat, belum tergoyahkan," tuturnya.
"Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh-sungguh dan serius, demi masa depan bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan," ujar Prof Pantja.
Di sisi lain, menanggapi pendapat Prof Dr I Gde Pantja Astawa, Agus Widjajanto menyatakan sudah pantas dan wajar jikalau Golkar harus jatuh dan dipimpin oleh kekuarga cendana yakni salah satu putra mantan Presiden Soeharto.
Sebab, mempunyai Historis Sejarah yang panjang serta masih punya basis masa yang kuat di akar rumput. Saat ini tergantung pada DPD di seluruh Indonesia bersepakat untuk mencari tokoh pembaharu yang diharapkan mengembalikan muruah partai sebagai partai yang sarat akan kekaryaan berbasis nasionalis, tetapi religius yang pengaderannya telah matang secara konsolidasi dari bawah ke atas.