FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Ferdinand Hutahean, politikus dari PDIP, memberikan pandangannya terkait pengunduran diri Airlangga Hartarto dari posisi Ketua Umum Partai Golkar.
Ferdinand menilai bahwa keputusan Airlangga tersebut merupakan akibat dari dinamika dan gerakan politik yang dipicu oleh Presiden Jokowi.
"Siapapun akan melihat pengunduran diri Airlangga Hartarto ini adalah dampak dan akibat dari sebuah gerakan Politik yang dilakukan Jokowi," ujar Ferdinand kepada fajar.co.id, Senin (12/8/2024).
Ferdinand menyebut bahwa belakangan ini muncul sejumlah nama dalam berbagai isu, termasuk menantu Jokowi, Airlangga, dan Faisal Basri, terutama dalam kasus ekspor timah.
"Kita mendengar belakangan, nama-nama menantu Jokowi, nama Airlangga, bahkan disebut-sebut Faisal Basri dalam kasus ekspor timah," lanjutnya.
Selain itu, ia menyinggung perseteruan internal Airlangga dengan Luhut Binsar Pandjaitan sebagai bagian dari gesekan politik dalam Partai Golkar. "Kemudian perseteruannya juga dengan pak Luhut, jadi ini semua adalah akibat dari gerakan dan gesekan politik di internal Partai Golkar," ucapnya.
Menurut Ferdinand, Jokowi berusaha menancapkan pengaruhnya di Golkar untuk mengamankan posisi politiknya dan keluarganya setelah masa jabatannya sebagai presiden berakhir. "Memang juga diperkuat gerakan politiknya Jokowi yang ingin menancapkan pengaruh kekuatan dan kekuasaan di Partai Golkar," sebutnya.
"Karena biar bagaimanapun Jokowi pasti ingin mengamankan dirinya, anak-anaknya, pasca dia tidak lagi menjadi Presiden," sambung dia.
Ia menyatakan bahwa Jokowi mungkin berusaha memanfaatkan momentum untuk memaksakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) sebelum akhir masa jabatannya, agar memiliki kontrol atas siapa yang akan menjadi pemimpin baru Golkar.
"Maka Jokowi butuh kekuatan Politik. Sehingga apapun yang terjadi saat ini, akan dipaksakan Munaslub sebelum Jokowi lengser," tukasnya.
Ferdinand berpendapat bahwa jika Munaslub dilaksanakan setelah Desember, Jokowi tidak akan memiliki kekuatan untuk menentukan ketua umum baru. "Karena kalau mengikuti agenda Desember, Jokowi sudah tidak punya kekuatan. Dia tidak akan bisa mengatur siapa yang akan menjadi Ketum Golkar," cetusnya.
Oleh karena itu, ia melihat situasi ini sebagai peluang bagi Jokowi untuk mengintervensi proses penunjukan ketua umum Golkar berikutnya. "Ini kesempatannya, maka dibuatlah Munaslub supaya dia masih berkuasa, masih punya kekuasaan untuk mengintervensi siapa yang harus duduk menjadi Ketum Golkar," Ferdinand menuturkan.
Lebih lanjut, Ferdinand menyoroti bahwa Jokowi menghadapi sejumlah masalah, termasuk proyek Ibu Kota Negara (IKN), yang berpotensi menimbulkan masalah hukum di masa depan.
"Jokowi ini kan punya banyak masalah yang ditinggalkan di negara kita. Terutama IKN dan lain-lain segala macam. Tentu berpotensi menjadi masalah hukum ke depan," timpalnya.
Ferdinand menilai bahwa Golkar, sebagai partai besar, merupakan pilihan realistis bagi Jokowi untuk mencoba mengendalikan pengaruh politiknya. "Yang paling realistis sekarang, adalah Golkar setelah kemarin-kemarin kita mendengar Jokowi mencoba cara-cara kepengurusan PDIP yang akhirnya gagal juga," tandasnya.
Hal ini berbeda dengan partai-partai kecil seperti PSI yang menurutnya tidak memiliki kekuatan politik yang besar bagi Jokowi.
"Golkar sekarang yang paling realistis diambil. Karena Partai lain yang kecil kayak PSI tidak ada gunanya buat dia. Golkar ini kan Partai besar, maka dia sangat berharap bisa mengendalikannya," terangnya.
Ferdinand bilang, pengunduran diri Airlangga merupakan hasil dari gesekan dan kepentingan politik yang melibatkan Jokowi dalam upaya menguasai Golkar. "Pengunduran diri ini, saya sangat yakin akibat dari gesekan dan kepentingan politik Jokowi," kuncinya. (Muhsin/fajar)