FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Diaspora Indonesia yang menetap di Amerika Serikat, Imam Shamsi Ali, berbicara mengenai peringatan Maulid Nabi Muhammad sebagai momen penting bagi umat Islam.
Ia menekankan bahwa Maulid bukan sekadar perayaan, tetapi selebrasi kegembiraan atas kelahiran Rasulullah SAW sebagai karunia dan rahmat dari Allah.
Menurut Shamsi, selebrasi ini tidak boleh hanya diisi dengan kegiatan seremonial, melainkan juga dengan memperdalam ilmu dan cinta kepada Rasulullah.
"Terlepas dari setuju atau tidak dengan kata perayaan saya yakin semua umat Islam setuju dengan jika kita semua bersukacita mengingat kelahiran habibullah, Muhammad SAW," ujar Shamsi Ali kepada fajar.co.id, Minggu (15/9/2024).
Mengutip firman Allah, Shamsi Ali mengatakan bahwa dengan keutamaan atau karunia dan rahmatNya hendaknya mereka bergembira. Yang demikian itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan (dunia).
"Oleh karena Maulid atau kelahiran Rasulullah SAW adalah menyambut sebuah karunia dan rahmah yang menggembirakan maka wajar jika umat Islam menyambutnya dengan penuh kegembiraan," sebutnya.
Dijelaskan Shamsi Ali, di mana-mana berbagai acara dilangsungkan sebagai ekspresi kegembiraan (selebrasi).
"Mungkin yang perlu diperhatikan dan dijaga adalah apa dan bagaimana mengekspresikan kegembiraan itu," ucapnya.
Tambahnya, ekspresi kegembiraan itu tidak boleh ditujukan untuk sesuatu yang salah dan dilakukan dengan cara yang salah.
Dalam hal kelahiran Rasulullah, kata Shamsi Ali, sebagian mengekspresikannya dengan mempersiapkan makanan-makanan tertentu dan diniatkan menyambut kembali Ruh Rasulullah SAW.
"Tentu hal ini bukan saja bid’ah, tapi bisa mengarah kepada kesyirikan," terangnya.
Ia menilai perayaan itu mestinya dilakukan dengan berbagai kegiatan keilmuan seperti tadzkirah (peringatan atau ceramah-cemarah).
Ekspresi yang memiliki nuansa manafi' (manfaat banyak) dalam rangka memperbaharui ingatan, cinta, dan komitmen qudwah (keberpanutan) kita kepada baginda Rasulullah SAW. Dengan ilmu dan cinta akan tumbuh dorongan ittiba' mengikut kepada ajaran Rasulullah SAW," imbuhnya.
Mengenal Muhammad SAW
Telah begitu banyak tulisan yang menjelaskan tentang Rasulullah SAW. Tentu semua catatan sejarah (sirah) itu masing-masing terbatas pada aspek tertentu tentang Rasulullah SAW sesuai kapasitas masing-masing penulisnya.
Namun, Shamsi Ali menjelaskan bahwa Nabi Muhammad merupakan sosok yang merepresentasi kesempurnaan ciptaan Ilahi.
"Dan karenanya siapapun yang mencoba mendeskripsi Rasulullah tak akan mampu melakukannya secara sempurna. Karena yang sempurna tak akan bisa dideskripsi secara sempurna mereka yang tidak sempurna (manusia biasa)," sebutnya.
Teuladan bagi semua
"Kenyataan bahwa beliau adalah manusia dengan kesempurnaannya menjadikan beliau ditetapkan sebagai Rasul dan nabi. Bahkan lebih jauh dijadikan sebagai tauladan bagi umat ini. Sungguh Pada Rasulullah itu ada contoh tauladan bagi kalian semua," kata Shamsi Ali.
Sebagai manusia yang kesempurnaannya mencakup segalanya, tambah Shamsi Ali, maka sudah pasti ketauladanannya juga mencakup segala aspek kehidupan manusia.
"Walaupun ketauladanan itu jika berhubungan dengan realita kehidupan yang secara konstan mengalami perubahan tidak harus dipahami secara hitam putih (black and white). Namun pada aspek manapun pastinya ketauladanan itu relevan," tukasnya.
Sahmsi Ali bilang, secara akidah tak disangkal baginda Rasul merupakan tauladan terbaik dalam keimanan. Mengingatkan kepada kisah-kisah agung dalam sejarah perjuangan di masa hidupnya.
"Bagaimana ketika beliau meninggalkan rumahnya di malam perjalanan Hijrah. Bagaimana beliau ketika di dalam gua Tsur dan para algojo itu siap memenggal lehernya. Bagaimana beliau ketika diikuti oleh Suraqah. Bahkan bagaimana beliau ketika diintimidasi oleh kaum munafik jika pembesar Mekah telah mempersiapkan kekuatan dahsyat untuk menghancurkan umatnya," jelasnya.
Diungkapkan Shamsi Ali, dalam hal mu’amalat dan akhlak terdapat begitu banyak contoh-contoh nyata dari kehidupan Rasulullah.
Seperti bagaimana seorang wanita tua yang mengumpulkan kayu bakar di Mekah. Karena berat untuk diangkat, ia meminta kepada orang-orang di sekitar Ka’bah untuk menolongnya.
"Tak seorang yang mau menolongnya kecuali seorang yang masih relatif muda. Dialah (Rasulullah) yang menggotong kayu bakar itu ke rumah sang wanita tua itu," tandasnya.
"Tapi dalam perjalanan ke rumahnya sang wanita itu memburuk-burukkan seseorang bernama Muhammad. Yang menurutnya jahat, memecah belah, maka dinasehatinya anak muda itu untuk menjauhinya. Ternyata sang wanita tua itu tidak sadar bahwa anak muda yang membantunya itu adalah Muhammad," Shamsi Ali menuturkan.
Sang anak muda itu hanya diam, sabar hingga sampai ke rumah sang wanita tua. Sang wanita pun bertanya siapa gerangan nama anak muda itu.
"Beliau dengan tenang menjawab bahwa beliulah Muhammad. Beliau memaafkan bahkan berusaha menenangkan sang wanita tua yang khawatir dan merasa malu. Sang wanita tua pun menerima beliau sebagai Rasulullah," bebernya.
Kisah serupa, diungkapkan Shamsi Ali, seorang peminta-minta buta di Madinah dan seabrek kisah lainnya menggambarkan ketinggian dan keindahan akhlak Rasulullah SAW.
Bahwa Rasulullah memang orang yang memiliki keagungan prilaku yang tiada banding. Dipuji secara khusus oleh Pencipta langit dan bumi.
"Sangat wajar jika beliau ditetapkan sebagai tauladan bagi kita semua. Tapi maukah kita menauladani beliau? Semoga!," kuncinya. (Muhsin/Fajar)