Sunyi di antara sepotong tubuh yang ramai
telah jatuh remah nestapa hariku:
hijau remuk, aku hilang bentuk.
Kaca hujan pecah abadikan di akar bola mata
dulu,
sebelum datang senyum dan nama menembus kulitku
sementara kemujuran menghampiri tatkala untaian wajah-wajah
tersapu angin, inginmu siluet asri tapi wujud derita tercipta
Tersedu-isak rongga daun malang
perut mengering, udara mengertap temaram
langit murung, tanah masam
segalanya tenggelam terbawa arus kepahitan
Jika kau tahu kelak denyut jantungmu lebih fana
untuk apa bernafas dalam diriku?
-----------------------------------------------------
Kepada Pohon Cemara: Risau, Harapan, dan Nyali
Remuk redam seluruh pejuru
Bersorak sorai puak seluruh
Terpontang panting gulungan angan
Lintang pukang menanti kebenaran
Tunggang langgang merentang harapan
Pada elok zamrud khatulistiwa rupa nirwana
Bersemayam renjana menyelimuti raga
Bersenandung nyali mengitari jiwa
Bergelora merah darah banjir asa
Berkobar langkas bak cahaya sukma
Di antara riuh pakau atma tengah gayat
menyelisik kirana menyusuri kiblat
durjana mengembara
menambang harta, tahta, mutiara
melalaikan titah.
Pohon cemara bertunas, tumbuh, berkecambah
buahnya selalu mengikuti arah mata angin
gagak bermahkota menggelar sumpah
haus dahaga mengejar matahari paling tinggi dan dingin
Hati bersuara di luar sana tak terjamah
keadilan menganga menilik muara
Akankah sumpah terkoyak menjadi sampah?
-----------------------------------------------------
Arini Suastika, biasa disapa Arini. Lahir di Bulukumba. Telah menyelesaikan studi di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas Negeri Makassar (UNM) Tahun 2015. Saat ini, aktivitasnya sebagai pengajar mata pelajaran bahasa Indonesia di salah satu sekolah swasta di Makassar.