FAJAR.CO.ID -- Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi sorotan utama dalam masyarakat modern, dengan kehadirannya yang meluas di berbagai aspek kehidupan. Namun, dengan pesatnya perkembangan AI, muncul kebutuhan mendesak akan regulasi yang tepat guna mencegah potensi risiko, terutama terkait dengan Kecerdasan Buatan Umum (AGI).
Sebuah inisiatif oleh The Institute of Management Development (IMD) menghadirkan "AI Safety Clock" sebagai indikator risiko yang bisa memicu ancaman bagi umat manusia.
Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) telah menjadi tren yang masif di masyarakat saat ini. Tanpa kita sadari, AI sudah digunakan dalam berbagai medium, mulai dari smartphone, jaringan internet yang kita akses, hingga tayangan di televisi atau platform video yang kita nikmati sehari-hari.
Seiring dengan semakin meluasnya tren AI, para pakar dan praktisi mulai menyadari pentingnya regulasi terkait teknologi ini. Salah satu inisiatif yang digaungkan adalah dari The Institute of Management Development (IMD) dan tim ahli dari TONOMUS Global Center for Digital and AI Transformation, yang memperkenalkan "AI Safety Clock" atau Jam Keamanan AI.
Jam ini berfungsi sebagai indikator untuk menilai seberapa tinggi risiko perkembangan Kecerdasan Buatan Umum (Artificial General Intelligence/AGI) hingga dapat menjadi tidak terkendali. AGI adalah sistem AI yang mampu beroperasi mandiri tanpa bantuan manusia, sehingga memiliki potensi untuk membahayakan.
Lalu, seberapa berbahaya ancaman AI bagi umat manusia saat ini? Menurut Michael Wade, Direktur Global Center for Digital Business Transformation IMD dan Direktur TONOMUS Global Center for Digital and AI Transformation, terdapat empat fase risiko AGI yang tidak terkendali: rendah, sedang, tinggi, dan kritis. Saat ini, dunia sedang memasuki fase risiko tinggi.